- Bagi Muslim Rohingya, siapa pun berkuasa di Myanmar nggak akan mengubah nasib mereka.
- Militer dan Aung San Suu Kyi menolak eksistensi mereka.
- Cina dan Rusia melindungi Myanmar dari sanksi PBB.
JERNIH — Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) khawatir kudeta di Myanmar memperburuk nasib 600 ribu Muslim Rohingya yang bertahan di negara itu.
“Ada 600 ribu Muslim Rohingya di negara bagian Rakhine, termasuk 120 ribu yang secara efektif dikurung di kamp,” kata Stephane Dujarric, juru bicara PBB, kepada wartawan.
Dujarric mengatalan seluruh Muslim Rohingya tidak dapat bergerak bebas, dan diberi akses terbatas ke layanan kesehatan dan pendidikan dasar.
“Kekhawatiran kami saat ini adalah kudeta di Myanmar akan memperburuk situasi Muslim Rohingya,” lanjut Dujarric.
Militer Myanmar merebut kekuasaan Senin 1 Februari 2021, menangkap Aung San Suu Kyi dan 400 anggota parlemen, serta mengumumkan pemerintahan darurat militer dengan kabinet sebelas jenderal dan mantan jenderal.
Bagi Muslim Rohingya, siapa pun yang berkuasa di Myanmar tidak akan mengubah nasib mereka. Tahun 2012 dan 2017 militer memprovokasi penduduk Rakhine untuk membantai dan mengusir mereka dari wilayah yang mereka tempati selama ratusan tahun.
Semula mereka berharap pada Aung San Suu Kyi. Ternyata, putri Jenderal Aung San itu menolak mereka. Dunia menuduh Myanmar melakukan genosida terhadap Muslim Rohingya, Suu Kyi menolak mentah tuduhan itu dalam sidang di Mahkamah Interansional, Desember 2019.
Cina dan Rusia melindungi Myanmar dari tindakan PBB menghukum Myanmar atas genosida Muslim Rohingya tahun 2017. Keduanya memveto agenda PBB yang membahas masalah Rohingya dan Myanmar.
PBB menyerukan pembebasan Suu Kyi dan 400 anggota parlemen. Namun itu tidak akan berarti apa-apa bagi Muslim Rohingya.