- Hui Te Rangiora, pelaut Maori, memimpin ekspedisi ke Antartika pada abad ke-7.
- Kisahnya dinarasikan secara turun-temurun dalam cerita tutur.
- Orang Eropa mencapai Antartika abad ke-19, kisahnya ditulis.
- Peradaban lisan harus kalah dengan tulis.
JERNIH — Hampir seratus tahun sejarawan dan ilmuwan percaya Antartika kali pertama ditemukan orang Eropa dan Amerika. Studi baru menunjukan orang Maori, penduduk asli Selandia Baru, mungkin yang kali pertama melihat lanskap es itu.
Penelitian yang diterbitkan Journal of Royal Society of New Zealand menyebutkan pelayaran Maori ke benua paling selatan itu mungkin sudah ada sejak abad ke-7, jauh sebelum orang Eropa datang ke Antartika pada awal abad ke-19.
Penampakan daratan Antartika kali pertama dikonfirmasi ekspedisi Rusia yang dipimpin Fabian Gottlieb von Bellingshausen dan Mikhail Lazarev pada 27 Januari 1820. Tiga hari kemudian ekspedisi Inggris yang dipimpin orang Irlandia bernama Edward Bransfield melihat Semenanjung Trinity. Sepuluh bulan kemudian pelaut AS Natahiel Palmer melihat Antartika pada 17 November 1820. Setahun kemudian kapten John Davis menginjakan kaki di atas es Antartika.
Studi itu menyebutkan 130 tahun sebelumnya penjelajah Polinesia lebih dulu mencapai Antartika. Sejarah luar biasa ini seolah terhapus oleh temuan orang-orang kulit putih.
Penyebab semua ini sederhana saja. Dunia yang kita tempati saat ini dikuasai peradaban Barat. Seolah, semua pengetahuan yang kita pelajari adalah tentang ekspedisi orang kulit putih.
Lainnya, pengelana Barat menulis perjalanan mereka, lengkap dengan tanggal, jam, cuaca, dan narasi menariknya. Orang Polinesia tidak melakukan semua itu. Mereka mungkin tidak punya budaya tulis, tapi budaya tutur.
Perjalanan pelaut Maori ke Antartika dinarasikan dalam cerita tutur dari satu ke lain generasi. Peneliti utama dan ahli biologi konservasi Priscilla Wehi menemukan cerita tutur itu.
“Kami menemukan narasi Polinesia tentang pelayaran antar pulau, termasuk pelayaran ke Antartika oleh Hui Te Rangiora dan krunya di kapal Te Ivi O Atea, kemungkinan pada awal abad ke-7,” kata Wehi.
Studi ini tidak hanya mengacu pada tradisi lisan dan narasi yang diturunkan dalam komunitas Maori, tapi juga ukiran kayu yang menurut peneliti menggambarkan pengembara dan pengetahuan navigasi serta astronomi.
Temuan lainnya adalah sejumlah besar literatur abu-abu, atau penelitian di luar jalur akademis dan komersial tradisional, yang belum diperiksa kebenarannya.
“Ketika Anda menggabungkannya, sangat jelas ada koneksi sejarah yang sangat panjang ke Antartika,” ujar Wehi. “Maori berpartisipasi dalam banyak peran berbeda, dan banyak cara berbeda dalam hal Antartika.”
Billy van Uitregt, rekan penulis penelitian ini, mengatakan studi ini menantang prasangka seputar pengetahuan Maori tentang Antartika. “Banyak orang Maori bekerja di Antartika sebagai peneliti. Mereka berpartisipasi di kapal penangkap ikan Selandia Baru di Samudera Selatan,” katanya.
Menurut Wehi, melihat masa lalu dari perspektif berbeda menunjukan sejarah adalah multi-dimensi. “Kontribusi dari banyak kelompok kurang terwakili, dari masyarakat adat hingga perempuan. Itu pasti terjadi dengan sejarah Antartika,” kata Wehi.