- Seruan dipicu pembunuhan keji terhadap seroang mahasiswi.
- Mesir kali terakhir menyiarkan langsung hukuman mati tahun 1998.
JERNIH — Pengadilan di Mesir menyerukan siaran langsung hukuman gantung terpidana pembunuh, sebagai cara menangkal kejahatan pembunuhan,
Seruan disampaikan lewat surat kepada parlemen, dan dikutip sejumlah media di Kairo, setelah persidangan dua hari terhadap Mohamed Adel — mahasiswa berusia 21 tahun yag membunuh Nayena Ashraf di luar Universitas Mansoura, Juni lalu.
Adel menguntit Nayena, masasiswi di kampur itu, beberapa waktu lalu. Ia mengajak Nayena menikah, tapi ditolak. Adel menyusun rencana pembunuhan.
Dalam rekaman video insiden pembunuhan itu, yang viral di media sosial dan memicu kemarahan sekujur negeri, Adel menikam Nayena saat turun dari bus dekat universitas. Ia melompat ke atas tubuh Nayena, menggorok lehernya di depan puluhan orang yang ketakutan.
Adel mengaku bersalah atas pembunuhan itu dan dijatuhi hukuman matai pada 6 Juli. Namun, karena sifat pembunuhan yang dilakukan luar biasa keji, pengadilan ingin eksekusi hati Adel disaksikan di seluruh negeri.
Pengadilan meminta televisi menyiarkan langsung eksekusi Adel dengan cara digantung.
Pengadilan Mansoura menulis surat kepada parlemen Mesir, menjelaskan bahwa mempublikasikan itu tidak cukup mencegah kejahatan serupa di masa depan.
“Siaran, meski hanya bagian dari proses, dapat mencapai tujuan pencegahan yang tidak dicapai dengan menyiarkan hukuman mati itu,” demikian surat itu.
Farid El-Deeb, pengacara Adel dan mantan pembela Presiden Mesir Hosni Mubarak, menegaskan kliennya tidak pantas mendapatkan hukuman mati dan telah bersumpah mengajukan banding.
Mesir kali terakhir menyiaran langsung hukuman mati tahun 1998, ketika negara mengeksekusi mata tiga pria pembunuh seorang wanita dan dua anak di sebuah rumah di Kairo.
Pembunuhan terhadap wanita tidak hanya terjadi di Mesir. Di Yordania dan Uni Emirat Arab (UEA) pembunuhan serupa terjadi dan menimbulkan kegemparan di media sosial.
Aktivis hak-hak perempuan menuntut keadilan dan mengecam gelombang kekerasan terhada perempuan di dunia Arab.
Menurut survei PBB tahun 2015, hampir delapan juta wanita Mesir mengalami kekerasan rumah tangga. Kekerasan tidak hanya dilakukan suami, tapi juga oleh kerabat mereka, atau orang asing di jalanan.