Seperti diolah dari berbagai sumber, tadinya UMP DKI Jakarta cuma naik Rp 37.749 untuk tahun depan. Anies kemudian melayangkan surat kepada Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah agar segera merevisi formulasi perhitungan UMP. Hasilnya, keluar angka Rp 225.667.
JERNIH- Jadi pemimpin, terutama bertalian erat dengan politik, memang susah-susah gampang. Salah tepak, bunyi gendang malah bisa jadi genderang perang. Begitulah kiranya yang sekarang tengah terjadi di DKI Jakarta, ketika Gubernur Anies Baswedan merevisi Upah Minimum Provinsi (UMP) dari 0,85 persen jadi 5,1 persen.
Kelompok buruh, tentu senang dengan keputusan tersebut. Tapi pengusaha, sudah pasti merasa keberatan dengan sikap yang diambil Anies. Bahkan tudingan kalau palu kebijakan Gubernur DKI Jakarta ini diketuk dalam rangka menyongsong 2024, dilontarkan pihak pengusaha.
Seperti diolah dari berbagai sumber, tadinya UMP DKI Jakarta cuma naik Rp 37.749 untuk tahun depan. Anies kemudian melayangkan surat kepada Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah agar segera merevisi formulasi perhitungan UMP. Hasilnya, keluar angka Rp 225.667.
Sudah pasti, angka Rp 225.667 tersebut membuat buruh sorak sorai kegirangan. Namun Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Bidang Ketenagakerjaan Adi Mahfudz, jadi geram dibuatnya.
Dalam keterangan persnya hari ini (20/12), dia bilang, keputusan Anies tersebut sudah barang tentu ada sangkut pautnya dengan kepentingan politik. Apalagi, langkah sebelumnya berupa menyurati Menteri Ketenagakerjaan dianggap tak ada korelasinya. Seharusnya kata dia, Anies langsung ke Presiden, sebab PP ditandatangani Jokowi bukan Ida Fauziyah.
“Ya kira kira gitu lah,” kata Adi.
Masih satu irama, Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani bilang, Anies sudah melanggar PP nomor 36 tahun 2021 soal pengupahan. Anies, seharusnya paham betul kalau soal tersebut melanggar dan kudu menjadi catatan penting jika ingin mencalonkan diri sebagai Presiden tahun 2024 nanti.
Hariyadi menyebutkan, yang dilanggar Anies adalah pasal 26 tentang tata cara peritungan upah minimum, pasal 27 soal UMP, serta pasal 29 terkait waktu penetapan upah minimum.
Harusnya kata dia, waktu penetapan untuk provinsi dilakukan selambat-lambatnya pada 21 November 2021 lalu. Belum lagi, Pemprov DKI di bawah komando Anies, telah merevisi UMP secara sepihak tanpa memperhatikan pendapatan dan pandangan pengusaha.
Hariyadi juga berpandangan, merevisi UMP DKI Jakarta itu, bakal membuat jaring pengaman sosial seperti yang diamanatkan PP nomor 36 tahun 2021 dan Undang Undang Cipta Kerja, jadi sulit dilaksanakan.
Soalnya, jaring pengaman sosial sendiri diperuntukkan agar pengusaha bisa membuat struktur skala upah. Yakni, yang diberlakukan bagi pekerja baru non pengalaman. Makanya, keputusan tersebut juga bakal menimbulkan resiko besar bagi angkatan kerja baru.[]