JAKARTA-Polda Metro Jaya menggagalkan rencana peredaran narkoba jenis happy five yang akan diedarkan di tempat hiburan malam di kawasan Jakarta Barat. Polisi juga menangkap seorang pelaku pengedar pil cinta tersebut.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus mengatakan, pil happy five merupakan pil yang efeknya memberi rasa happy dan pernah ngetrend pada 15 tahun lalu.
“Pil yang awalnya diproduksi di Belanda tersebut masuk kembali ke Indonesia melalui paket pos dari Taiwan,” kata Yusri kepada wartawan Kamis (6/2/2020).
Menurut Yusri, pil tersebut dikendalikan dari Lembaga pemasyarakatan sementara tugas Eko yang kini mendekam di tahanan Polda Metro Jaya, hanyalah menerima paket tersebut.
“Jadi pil itu dipesan oleh orang yang di dalam lapas dan penerimanya si Eko, dan dia mendapatkan uang sebesar Rp50 juta untuk paket yang diterima,” kata Yusri memberi penjelasan..
Paket tersebut berbentuk kemasan permen yang biasa dijual di internet dan memang diproduksi dari luar negeri. Dalam setiap bungkus yang diterima berisikan 30 bungkus besar dan didalamnya ada 40 butir pil.
“Sehingga, bila dihitung maka ada 1.200 bungkus peremen dengan jumlah 38.100 butir pil happy five dan dikonversikan ke dalam bentuk materi maka berjumlah Rp19 miliar,” kata Yusri.
Menurut Kanit V Subdit II Ditresnarkoba Polda Metro Jaya, Kompol Budi S, dari hasil pemeriksaan pelaku pil cinta tersebut, mereka akan mengedarkan pada saat malam kasih sayang atau Valentine.
“Jadi ini buat stok dalam perayaan hari Valentine tanggal 14 Februari mendatang,”.
Menurut Budi, dalam pil happy five mengandung zat aktif nimetazepam (turunan benzodiazepin yang umumnya digunakan untuk orang-orang depresi, namun dengan dosis terkontrol).
“Happy five, termasuk jenis depresan, sifatnya menekan. Begitu masuk dalam tubuh dan dampaknya luar biasa, sehingga menyebabkan timbulnya rasa senang berlebih sehingga para ahli dan pemerintah memasukan pil dalam narkotika golongan satu,”.
Happy yang masuk kategori nimetazepam, belum mendapat ijin peredarannya di Indonesia, belum ada izin edar dari Kemenkes. Karena mempertimbangkan kalau masih bisa digunakan diazepam kenapa harus beralih, sehingga obat ini memang menjadi salah satu obat yang menjadi adittif atau ketergantungan.
“Jadi obat ini berbeda dengan ekstasi, dari kandungannya sudah berbeda dan juga rasa yang digunakannya. Efek dari obat ini adalah menjadi pelupa atau hilang ingatan,”.
(tvl)