Site icon Jernih.co

PM Benjamin Netanyahu Butuh Perang agar Israel Bersatu, Hamas Memberi

JERNIH — Dua hari terakhir media Timur Tengah, bahkan dunia, disesaki berita serangan mendadak militan Hamas yang membuat Israel terkejut luar biasa. Muncul pertanyaan mengapa Israel semikian lengah, dan tak mendeteksi akan adanya serangan Hamas?

Sepanjang 7 Oktober, Hamas — yang berbasis di Jalur Gaza — meluncurkan ribuan rudal ke wilayah Israel. Kelompok pejuang Palestina secara bersamaan bergerak menerobos perbatasan Israel, menyerbu beberapa komunitas dan instalasi militer dan menyandera tentara Israel, dan menyita perangkat keras militer. Israel membalas dengan serangan udara ke Jalur Gaza.

Korban tewas di kedua pihak berjatuhan dan meningkat. PM Israel Banjemin Netanyahu secara terbuka mengatakan negaranya sedang berperang, dan berumpah mengusir Hamas dari wilayah Israel.

Terencana, Luar Biasa

Meir Elran, pensiunan brigadir jenderal Tentara Nasional Israel (IDF), peneliti senior, dan kepala tiga program keamanan di Institut Studi Keamanan Nasional di Universitas Tel Aviv, mengatakan serangan itu dimulai pukul 6:30 dan benar-benar membuat Israel terkejut dan panik.

“Israel tidak benar-benar siap, dan itu benar-benar pukulan besar bagi intelejen dan operasi IDF,” kata Elran. “Kami harus mengakuinya.”

Elran menggambarkan serangan itu sebagai terencana. Militan Hamas menyembunyikan persiapan mereka dari intelejen Israel dengan sangat baik.

“Ini membuktikan di Timur Tengah banyak hal bisa saja terjadi. Bahkan, hal-hal yang tidak pernah diprediksi akan terjadi,” kata Elaran. “Ini kegagalan serius intelejen Israel yang perlu diselidiki.”

Elran yakin Israel melakukannya. “Sayangnya, serangan kejutan Hamas bukan yang kali pertama terjadi,” lanjutnya.

Israel Butuh Perang

Dr Simon Tsipis, pakar keamanan nasional, ilmu politik, dan hubungan internasional, mengatakan serangan mendadak Hamas kemungkinan kegagalan Badan Keamanan Israel (ISA). Namun, lanjutnya, masih belum jelas bagaimana Hamas mengaburkan persiapan mereka.

“Kita bisa berspekulasi bahwa ISA sengaja disesatkan oleh ase-asetnya sendiri di Jalur Gaza,” katanya.

Aset yang dimaksud adalah intelejen Israel yang tersebar di Jalur Gaza. Mereka berada di antara penduduk, bahkan di kalangan militan Hamas.

Situasi seperti itu dimungkinkan karena adanya krisis politik di Israel, ketika pemerintah sayap kanan dan kelompok radikal membutuhkan perang sebagai satu-satunya peluang untuk tetap berkuasa.

“Pemerintah PM Benjamin Netanyahu praktis berada di ambang perpecahan dan keruntuhan,” kata Tsipis. “Kita tahu, beberapa hari sebelumnya terjadi perpecahan dalam koalisi. Banyak warga Israel kecewa dengan PM Netanyahu dan reformasi peradilan yang dipaksakan.”

Tsipis melihat kesiapan seluruh Angkatan Bersenjata Israel berkurang karena tindakan banyak perwira yang tidak puas dengan pemerintahan PM Netanyahu dan mengatakan tidak akan bertugas.

“Saya mengamati serangan Hamas saat ini merupakan langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya,” kata Tsipis. “Hamas tampaknya sangat hati-hati merencanakan serangan kejutan ini.”

Tsipis yakin bentrokan ini tidak akan berlangsung lama, hanya bersifat lokal, dan tidak akan berubah menjadi konflik regional atau global. Kecuali, Hezbollah dan aktor asing memanfaatkan situasi untuk tujuan mereka sendiri.

Exit mobile version