Saat ini Tim Siber Polri terus mencari siapa yang bertanggungjawab atas hoak yang beredar tersebut untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Polisi juga ingin mengetahui motif dibalik penyebaran isu hoak tersebut.
JERNIH-Mabes Polri berjanji akan mengusut pembuat dan penyebar hoaks terkait UU Cipta Kerja (UU Ciptaker) yang baru disahkan oleh DPR. Polisi menilai akibat hoak tersebut banyak pihak yang terprovokasi dan berunjukrasa.
Seharusnya masyarakat saat ini menjaga diri untuk tidak berkerumun ditengah pandemi Covid. Namun banyak masyarakat justru berbondong-bondong turun ke jalan akibat berita Hoak tersebut.
“Kita pasti usut,” kata Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono beberapa waktu lalu.
Saat ini Polisi tengah melakukan kontra narasi terhadap muncunya isu hoaks dan berharap semua pihak untuk menahan diri dan tidak terpancing.
“Itulah bagian dari tugas preemtif polisi,” kata Argo.
“Polisi berbuat baik menyampaikan ke publik agar waspada dengan hoaks,”. Kata Argo lebih lanjut.
Argo menegaskan, mengantisipasi penyebaran hoaks di masyarakat juga menjadi tugas pihak kepolisian. Untuk itu, patroli siber pun dilakukan, termasuk meluruskan hoaks lewat sosial media juga.
Adapun isu hoak yang disebar antara lain tentang uang pesangon dihilangkan. Padahal dalam ketentuan Pasal 156 Ayat (I) UU Ciptaker yang telah direvisi menyebutkan dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.
Dalam hoak yang beredar juga disebut perusahaan dapat melakukan PHK kapan saja. Padahal dalam UU yang baru disahkan tersebut dengan tegas disebut bahwa perusahaan dilarang melakukan PHK kepada pekerja atau buruh dengan alasan berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 bulan secara terus-menerus
Kemudian juga isu hoaks yang lain tentang Upah Minimum Provinsi (UMP), Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP), dan Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) dimana disebut dalam hoak, dalam Cipta Kerja dihilangkan. Padahal jika ditengok Pasal 88C beleid tersebut dijelaskan jika, gubernur wajib menetapkan upah minimum provinsi berdasarkan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan. (tvl)