Namun Erdoğan percaya, dan mungkin benar, dia masih bisa memenangkan perang budaya. Untuk melakukan hal itu, ia harus mempolarisasi publik melalui kontroversi, tentang etnis, agama, gender, atau identitas seksual. Pengumuman mengejutkan dari Erdoğan pada Sabtu (20/3) yang menyebutkan dia menarik Turki dari Konvensi Istanbul tentang pencegahan dan pemberantasan kekerasan terhadap perempuan dihasilkan dari perhitungan serupa.
JERNIH–Kebijaksanaan Presiden Erdogan untuk mengambil alih sebuah perusahaan pribadi di Turki—Anadolu Kultur—tampaknya akan merepotkan Erdogan sendiri.
Konsekuensinya, keputusan semacam itu tidak hanya akan menjatuhkan kebebasan ekonomi, khususnya atas hak milik pribadi Turki, sebagaimana dikatakan analisis Aykan Erdemir di Foreign Policy, tetapi juga akan menciptakan preseden palsu di mana Presiden Recep Tayyip Erdoğan dapat secara efektif meniadakan musuh-musuh politiknya. Itu menimbulkan biaya finansial yang tidak dapat ditanggung oleh siapa pun, bahkan Erdoğan.
Anadolu Kültür adalah salah satu lembaga seni dan budaya terkemuka Turki yang digagas Osman Kavala, pengusaha dan dermawan Turki terkemuka. Sejak mendirikan Anadolu Kültür, yang tetap dimiliki secara pribadi, pada 2002 Kavala telah menjadi dermawan dari berbagai inisiatif yang berupaya mendokumentasikan dan memulihkan berbagai situs warisan minoritas dan proyek rekonsiliasi antarkomunitas di seluruh Turki. Meskipun upaya itu telah memenangkan banyak penghargaan bagi Kavala, termasuk European Archaeological Heritage Prize, upaya itu juga menempatkannya di daftar sasaran Erdoğan.
Anadolu Kültür adalah lambang dari segala sesuatu yang dibenci Erdoğan: bisnis yang menolak menjadi kliennya dan mengikuti garis ideologisnya. Upaya tak kenal lelah Kavala untuk melindungi dan menyoroti keberagaman Turki, mulai dari etnis, agama, atau seksual, lantas memupuk pluralisme melalui proyek-proyek akar rumput adalah ancaman langsung terhadap imajinasi monolit Erdoğan untuk negara heteroseksual Muslim Sunni Turki serta istri dan anak perempuan mereka yang patuh, tulis Erdemir.
Bagi Erdoğan, pertarungan atas Anadolu Kültür adalah perang budaya eksistensial yang mengancam fondasi proyek rekayasa etnis-religiusnya.
Erdoğan telah menemukan cara untuk menargetkan musuh ideologisnya dengan alasan praktis. Erdoğan berkeras tanpa bukti bahwa Kavala “mendanai teroris” selama protes Gezi Park, serangkaian demonstrasi nasional yang mengguncang pemerintah yang dipimpin Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) pada 2013.
Pihak berwenang pertama kali menangkap Kavala atas tuduhan tersebut pada 2017. Setelah pembebasan di pengadilan Turki dan Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa yang memenangkannya, Kavala tetap berada di sel isolasi di penjara dengan keamanan maksimum di luar Istanbul selama lebih dari tiga tahun.
Sejauh ini, di pengadilan, pendapat Erdoğan tentang Kavala tampaknya memiliki bobot yang lebih besar daripada kurangnya bukti apa pun yang memberatkannya. Tuduhan baru “mencoba menggulingkan tatanan konstitusional”, diajukan hanya beberapa jam setelah pembebasan Kavala pada Februari 2020, dapat menjatuhkan hukuman seumur hidup tanpa pembebasan bersyarat.
Namun, pemerintah Turki tidak puas hanya dengan memenjarakan Kavala. Pemerintah juga ingin mengambil alih Anadolu Kültür dan menutupnya untuk selamanya. Badan Investigasi Kejahatan Keuangan Turki menyisir 10 tahun dokumen perusahaan dan catatan bank tanpa hasil. Para inspektur pemerintah tidak dapat menemukan satu pun ketidakberesan. Hal itu tidak mengherankan mengingat jajaran direksi Anadolu Kültür adalah salah satu tokoh terkemuka dengan catatan terkemuka dalam menegakkan kewajiban fidusia mereka di berbagai sektor.
Tata kelola perusahaan Anadolu Kültür yang baik memaksa pemerintah Turki untuk berimprovisasi melalui “inovasi” hukum. Begitulah cara Kementerian Perdagangan Turki pada Februari 2020 menemukan kejahatan karena gagal memprioritaskan keuntungan. Itu adalah tuduhan yang sangat aneh mengingat Anadolu Kültür tidak menjual saham secara publik sehingga tidak memiliki pemegang saham yang dilaporkannya.
Namun, pemerintah Turki mengklaim perusahaan Kavala beroperasi “dengan cara yang mirip dengan asosiasi dan yayasan”, yang menimbulkan ancaman bagi “ketertiban umum”.
Bagi Erdoğan, pekerjaan Anadolu Kültür serta bebagai entitas laba dan nirlaba yang berpikiran sama untuk mengadvokasi kesetaraan gender, hak-hak Kurdi dan LGBTQI+, serta rekonsiliasi dengan Armenia, di antara berbagai perjuangan pluralis lainnya, adalah ancaman eksistensial terhadap pembatasan ideologis yang ingin diberlakukan Erdoğan terhadap rakyat Turki, tulis Erdemir.
Gugatan terhadap Anadolu Kültür tidak terjadi begitu saja. Bisnis Turki telah gelisah untuk sementara waktu. Setelah upaya kudeta yang gagal pada 2016, pemerintah Erdoğan menyita aset senilai setidaknya US$11 miliar dari hampir seribu bisnis yang diduga terkait dengan sekutu Erdoğan yang berubah menjadi musuh bebuyutan Fethullah Gulen, ulama Ankara yang dituduh mendalangi kudeta, yang menyebabkan meningkatnya erosi hak milik pribadi di Turki.
Beragam tindakan keras ekonomi tersebut dan salah urus keuangan selanjutnya mendorong arus keluar terbesar dari pasar utang dan ekuitas Turki dalam lebih dari satu dekade, sekaligus mengeringkan investasi asing langsung (FDI) dari mitra-mitra ekonomi tradisional Turki dari Barat.
Singkatnya, hal itu tidak menguntungkan siapa pun, bahkan Erdoğan. Sekarang, ketika Turki siap untuk secara efektif mengkriminalisasi tanggung jawab sosial perusahaan, yaitu memprioritaskan faktor-faktor selain pendapatan, konsekuensi ekonomi akan menjadi lebih penting.
Ironisnya, Anadolu Kültür yang menguntungkan adalah kebalikan dari apa yang sebenarnya diinginkan oleh pemerintah Turki. Turki lebih suka melihat perusahaan bangkrut, tetapi para eksekutif berbakat Anadolu Kültür dan praktik manajemen mereka yang baik membuat hal itu sangat tidak mungkin.
Akibatnya, Erdoğan berpura-pura berinvestasi dalam kesuksesannya, agar dia bisa mengambil alih Anadolu Kültür dan melikuidasinya. Semua itu dalam pandangan Erdoğan tidak hanya akan menghilangkan gangguan yang ditimbulkan oleh Kavala dan perusahaannya, tetapi juga memiliki efek mengerikan pada orang lain yang mungkin berani mengikuti jejak Anadolu Kültür serta mempromosikan pluralisme, keberagaman, dan inklusi sosial melalui entitas laba.
Jika pengadilan Istanbul menjatuhkan putusan sesuai keinginan Erdoğan, itu akan membuka era baru peradilan yang menebak-nebak tentang cara terbaik untuk melayani perusahaan laba.
Mendiang profesor Cornell Law School Lynn Stout mencatat, memaksa perusahaan untuk mengejar keuntungan dengan mengorbankan semua hal lain dapat menimbulkan konsekuensi yang tidak diinginkan, termasuk jalan keluar mudah atas perlakuan sewenang-wenang terhadap karyawan, pelanggan, komunitas, dan lingkungan. Stout juga memperingatkan, fokus pada pendapatan jangka pendek dapat membatasi investasi dan inovasi.
Ketika banyak negara bagian Amerika Serikat mulai mengizinkan dewan perusahaan untuk mempertimbangkan tujuan sosial atau lingkungan mendahului keuntungan melalui undang-undang manfaat perusahaan, Turki tampaknya menuju ke arah yang berlawanan.
Pengejaran Erdoğan terhadap para pebisnis pembangkang Turki dan perusahaan mereka melalui kasus-kasus hukum pasti akan menyebabkan efek distorsi pada perilaku ekonomi di dalam negeri sekaligus menakut-nakuti investor internasional, kata Aykan Erdemir dalam analisisnya di Foreign Policy.
Anadolu Kültür memiliki sejarah panjang dalam bekerja dengan banyak entitas laba dan nirlaba Barat, seperti World Monuments Fund, European Cultural Foundation, British Council, dan Goethe-Institut. Jaminan apa yang dimiliki organisasi-organisasi tersebut bahwa preseden semacam itu tidak akan menargetkan atau menekan perwakilan atau mitra mereka yang berbasis di Turki di masa depan?
Turki harus melihat ke Asia-Pasifik untuk menemukan peringatan kampanye tekanan ekonomi yang menimbulkan konsekuensi nyata bagi semua yang terlibat. Pemaksaan Cina atas sistem peradilan Hong Kong agar menyerupai hukum daratan dan pelanggaran Hukum Dasar Hong Kong telah berdampak besar pada bisnis internasional.
Definisi keamanan nasional pemerintah pusat Cina di Beijing mencakup kegiatan keuangan dan ekonomi, sehingga para analis memperingatkan campur tangan keras dapat memicu pelarian modal, menempatkan status Hong Kong sebagai pusat keuangan dalam bahaya.
Dalam indeks global daya saing pusat keuangan, peringkat Hong Kong telah turun 42 poin dalam dua tahun terakhir, dari level tertinggi sepanjang masa di 783 pada Maret 2019 menjadi 741 pada Maret 2021.
Istanbul, yang juga pernah dianggap sebagai pusat keuangan global, telah mengalami penurunan yang jauh lebih dramatis: 65 poin sejak tertinggi sepanjang masa pada September 2014. Kota itu kini menempati peringkat ke-74 sebagai pusat keuangan paling kompetitif di dunia, penurunan sepuluh peringkat sejak September 2020 saja.
Tahun lalu, Turki mengalami arus keluar terbesar dari pasar utang dan ekuitasnya dalam lebih dari satu dekade. Pada 2019, arus masuk bersih FDI Turki, tidak termasuk real estate, turun ke titik terendah dalam 15 tahun terakhir, mencapai negatif pada 2020, yang pertama sejak Oktober 2000.
Pekan ini, campur tangan Erdoğan yang tidak menentu di pasar keuangan, dengan merombak bank sentral untuk keempat kalinya dalam lima tahun, menyebabkan kehancuran mata uang dan pasar saham Turki. Singkatnya, upaya Erdoğan untuk memperbaiki pelarian modal Barat dengan investasi dari sekutu ideologisnya Qatar, yang menyuntikkan US$22 miliar dalam lima tahun terakhir saja dan sekarang menyumbang 15 persen dari saham FDI Turki, tidaklah berkelanjutan. Serangan terhadap perusahaan domestik yang bertentangan secara ideologis dengan Erdoğan akan kembali merugikan seluruh rakyat Turki.
Jika ekonomi Turki benar-benar tidak dapat menerima pukulan lagi, mengapa Erdoğan berusaha keras hanya untuk menargetkan Anadolu Kültür? Dukungan untuk Partai AKP saat ini berada pada titik terendah sepanjang masa, menurut sebuah survei. Erdoğan tahu tidak banyak yang dapat dia lakukan untuk menyelamatkan ekonomi sebelum pemilihan Turki berikutnya pada 2023.
Namun Erdoğan percaya, dan mungkin benar, dia masih bisa memenangkan perang budaya. Untuk melakukan hal itu, ia harus mempolarisasi publik melalui kontroversi, tentang etnis, agama, gender, atau identitas seksual. Pengumuman mengejutkan dari Erdoğan pada Sabtu (20/3) yang menyebutkan dia menarik Turki dari Konvensi Istanbul tentang pencegahan dan pemberantasan kekerasan terhadap perempuan dihasilkan dari perhitungan serupa. Ditinggal dengan pundi-pundi kosong, Erdoğan kian melipatgandakan perang ideologis.
Bagi Turki, yang sudah menderita defisit neraca berjalan kronis dan pengangguran merajalela, gangguan lebih lanjut pada pasar mungkin terbukti menjadi cara yang sangat mahal untuk memberangus para pembangkang dan merapatkan barisan loyalis, Aykan Erdemir menyimpulkan di Foreign Policy.
Semua itu mungkin semakin tidak bijaksana. Serangan habis-habisan terhadap Osman Kavala dan bisnisnya bisa menjadi bumerang dengan cara yang mungkin akan segera disesali oleh Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan. [ Foreign Policy ]