- Giliran komunitas Williams Lake First Nation (WLFN) yang menemukan kuburan korban genosida di bekas sekolah asrama.
- Menggunakan radar penembus tanah, WLFN memindai 14 hektar tanah di bekas sekolah asrama St Joseph.
- Temuan ini membangkitkan trauma dan kepedihan tak terperi anak-anak korban asimilasi paksa.
JERNIH — Komunitas Penduduk Asli Kanada, biasa disebut First Nation, menemukan lagi 93 kuburan tak bertanda korban genosida budaya selama lebih 150 tahun.
Williams Lake First Nation, atau Pribumi Asli Danau Williams, Senin 24 Januari mengumumkan hasil awal fase pertama pencarian geofisika di Sekolah Perumahan Misi St Joseph menemukan 93 refleksi, yang diyakini sebagai kuburan tanpa tanda.
“Sembilan puluh tiga adalah nomor kami,” kata Willie Sellars, pemimpin Williams Lake First Nation (WLFN), kepada wartawan.
Situs CBC.ca memberitakan kuburan tak bertanda membentang antara Sekolah Asrama Misi St Joseph dan Peternakan Onward seluas 14 hektar. Whitney Spearing, yang memimpin tim pencarian, mengatakan 93 stius kuburan diidentifikasi menggunakan radar penembus tanah, sensor LiDAR udara dan terestrial.
“Satu-satunya cara memastikan kebenaran temuan ini adalah penggalian,” kata Spearing.
Rencananya, tim akan melakukan pencarian di hamparan tanah seluas 470 hektar. Temuan ini mengejutkan karena tim baru memindai tanah 14 hektar.
Sellars mengatakan penemuan ini adalah kebangkitan kembali masyarakat adat akan trauma yang tersisa dari sistem sekolah asrama. “Kebangkitan kembali di negara Indian ini memungkinkan kami memulai proses penyembuhan,” katanya.
WLFN meluncurkan survei setelah penemuan situs pemakaman di bekas Sekolah Perumahan Indian Kamloops, musim semi tahun lalu. Menurut Sellars, temuan itu memaksa warga Kanada mengakui realitas sekolah asrama, dan menciptakan dukungan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Dukungan untuk mengungkap kebenaran atas pelanggaran sistemik didukung pemerintah Kanada, gereja, dan Royal Canadian Mounted Police (RCMP).
“Tidak akan ada rekonsiliasi sebelum kebenaran terungkap,” kata Sellars kepada wartawan.
Phyllis Webstad, yang menghadiri Sekolah Asrama St Joseph saat masih anak-anak, menggambarkan temuan ini sebagai memvalidasi trauma. “Saua berduka untuk anak-anak yang tak berhasil kembali ke keluarga mereka, dan yang tidak bisa terus menanggung rasa sakit,” katanya dalam pernyataan tertulis.
150 Ribu Anak
Tahun lalu, ratusan kuburan tak bertanda ditemukan di bekas lokasi sekolah perumahan di sekujur Kanada. Dimulai ketika Tk’emlups te Secwepemc First Nation mengumumkan temuan 215 kuburan tak bertanda di bekas sekolah Kamloops Indian Residential School.
Berikutnya ditemukan puluhan kuburan tak bertan di bekas sekolah perumahan. Penemuan ini memicu kemarahan, rasa sedih tak terperi, dan gugatan kepada mereka yang bertanggung jawab,
Kanada memaksa 150 ribu anak-anak First Nation dari semua suku; Inuit, Inus, Metis, dan lainnya, untuk menghadiri sekolah asrama antara 1800-an sampai 1990-an.
Anak-anak diambil dari rumah keluarga mereka, ditampung di asrama sekolah, dipisahkan dari saudara kandung, dilarang berbicara dalam bahasa ibu, dan mengekspresikan budaya mereka.
Selama asimilasi paksa itu anak-anak mengalami pelecehan psikologis, fisik, dan seksual. Banyak yang melarikan diri dan menemui ajal. Ribuan anak diyakini mati dengan berbagai sebab saat menghadiri sekolah yang dijalankan gereja, terutama Gereja Katolik Roma.
Tahun 2015, Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (TRC) menyimpulkan bahwa sistem sekolah asrama Kanada sama halnya dengan genosida budaya.
Ribuan anak-anak WLFN, dan komunitas pribumi lainnya, dipaksa bersekolah di St Joseph, yang beroperasi sebagai sekolah asrama antara 1891 sampai 1981.
Dalam laporannya, TRC menulis pada Februari 1902 tiga anak melarikan diri dari sekolah St Joseph. Satu anak tewas akibat kelelahan dan kelaparan.
Penyelidikan atas kematian itu mengungkapkan tuduhan penganiayaan fisik dan kondisi buruk sekolah. Siswa, menurut TRC, menerima hukuman berlebihan dan dipaksa mengkonsumsi makanan busuk.