JAKARTA – Demo pro dan kontra terhadap Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, memicu perhatian sejumlah politisi. Hal tersebut muncul setelah Jakarta dilanda banjir pada awal Januari 2020 lalu.
Wakil Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, Nova Harian Paloh, mengatakan massa pedemo yang pro terhadap Anies diduga merupakan masyarakat yang sudah terbiasa mengalami banjir. Karena itu, perbedaan pendapat terkait kinerja Anies dalam menghadapi banjir adalah hal yang biasa-biasa saja.
“Pro dan kontra sah-sah saja, namanya proses berdemokrasi, hak masing-masing masyarakat,” ujarnya di Jakarta, Rabu (15/1/2020).
“Yang kontra (Anies) pasti yang mengalami langsung masalah banjir. Kalau yang massa pro mungkin mereka tidak mengalami banjir, dianggap banjir ini sudah jadi terbiasa untuk mereka,” Nova menambahkan.
Namun berbeda dengan Ketua DPD Gerindra Jakarta, M Taufik, menuding massa kontra Anies yang melakukan unjuk rasa di Balai Kota merupakan massa bayaran. Bahkan dirinya mendapat rekaman video pengakuan massa pendemo yang menerima sejumlah uang.
“Saya dikirimi video bayar Rp100 ribu, dipotong Rp40 ribu,” ujarnya.
Menurut Taufik, tidak semua massa aksi mengetahui betul apa yang menjadi tuntutan. “Yang demo tolak Anies, dia nggak ngerti apa yang didemo. Yang ngerti satu, dua orang saja yang belum move on. Yang lainnya saya lihat nggak ngerti,” katanya.
Sebelumnya, dua kelompok massa pro dan kontra Anies Baswedan menggelar unjuk rasa di sekitar Balai Kota.
Massa kontra meminta Anies untuk mundur dari kursi Gubernur DKI. Sebab efek dari banjir tak hanya berdampak pada kehidupan sosial, namun lebih kepada sisi ekonomi.
Sementara massa pro-Anies melakukan perlawanan dengan memasang sejumlah spanduk di seberang Balai Kota bertuliskan.
“Anda Tidak Suka Dengan Anis Baswedan, Silahkan Pindah Ke Provinsi Lain.”
“Kalau Tidak Betah.. Tinggalkan Jakarta. Kami Akan Membangun Jakarta Bersama Anis Baswedan,” tulisan dispanduk tersebut. [Fan]