Kasus positif Covid-19 meningkat sementara masyarakat kesulitan mendapatkan oksigen menyebabkan banyak pasien Covid-19 meninggal sejak awal bulan ini.
JERNIH-Untuk mencegah penyebaran Covid-19 di negaranya, Rezim militer Myanmar berencana melakukan lockdown secara nasional. Naiknya angka kasus infeksi Covid-19 ditengarai sebagai kasus infeksi gelombang ketiga.
Rencana lockdown yang akan diberlakukan pekan depan itu dilakukan menambah jumlah hari libur umum dari dua hari menjadi lima hari dan membelakukan libur resmi mulai 17 Juli hingga 25 Juli.
Penetapan libur tambahan sebanyak dua hari itu dituangkan dalam surat perintah yang ditandatangani oleh Sekeretaris Dewan Administrasi Negara (SAC. Dalam surat perintah itu, rezim militer Myanmar menetapkan dua hari kerja, 20 dan 22 Juli sebagai hari libur umum, sebagaimana dilansir The Irrawaddy, pada Jumat 16 Juli.
Sehingga secara berturut-turut berlangsung libur Hari Martir (19 Juli), libur nasional (20 Juli) kemudian libur Idhul Adha dan Hari Bulan Purnawa Waso (23) sebagai hari libur resmi,
Komite Sentral Pencegahan, Pengendalian dan Pengobatan COVID-19 yang dipimin langsung pemimpin rezim militer Myanmar Jenderal Senior Min Aung Hlaing mengingatkan masyarakat untuk mematuhi aturan hari libur nasional atau lockdown yang ditetapkan komite, untuk mencegah penyebaran COVID-19 secara efektif.
Orang-orang diminta tinggal di rumah atau asrama, dilarang bepergian kecuali untuk tugas dan layanan pemakaman. Toko-toko ditutup kecuali yang menjual kebutuhan pokok, obat-obatan dan persediaan medis diizinkan buka.
Setiap kali bepergian keluar rumah orang-orang harus mengenakan masker. dan alat pelindung setiap kali mereka pergi ke luar. Rezim militer memperingatkan, tindakan akan diambil terhadap mereka yang gagal mematuhi aturan.
Sejak Mei lalu, Myanmar berada dalam gelombang ketiga infeksi virus Corona. Rezim militer bahkan memberlakukan perintah tinggal di rumah di 74 kotapraja, termasuk di wilayah Yangon, Mandalay dan Sagaing serta negara bagian Chin dan Shan.
Sistem perawatan kesehatan yang terpengaruhi kudeta militer 1 Februari, mendorong tenaga kesehatan bergabung dengan Gerakan Pembangkangan Sipil (CDM), membuat banyak pasien terpaksa menjalani parawatan di rumah dan kekuarangan oksigen medis.
Myanmar juga mulai kekurang pasokan oksigen yang menyebabkan banyak pasien Covid-19 meninggal sejak awal bulan ini.
“Lebih banyak kematian akan segera terjadi. Kami belum dapat membantu semua orang yang meminta bantuan dari kami. Mereka meminta oksigen medis untuk pasien, tetapi kami tidak memiliki sumber daya yang cukup,” kata Daw Than Than Soe, ketua kelompok amal Rights to Live yang berbasis di Yangon.
Daw juga mengaku diminta untuk mengangkut lebih dari dua kali lipat jumlah mayat ke pemakaman Yeway dan Kyisu minggu ini. (tvl)