- Para uskup Prancis akan mengungkap pelecehan seksual terhadap 216 ribu anak di bawah umur dalam 70 tahun terakhir.
- Para korban diundang hadir di konferensi tahunan, tapi sebagian besar menolak.
JERNIH — Para uskup Katolik Prancis, yang memulai konferensi tahunan Selasa 2 November, bersiap membuka kasus pelecehan seks terhadap 216 ribu anak di bawah umur di lingkungan gereja dalam 70 tahun terakhir.
Sebanyak 120 uskup dari seluruh Prancis akan menghadiri pertemuan ini, dan menyatakan perang melawan kekerasan dan agresi seksual kepada anak di bawah umur.
Beberapa korban diundang pada pertemuan ini, tapi sebagian besar menolak hadir. Mereka mencela keputusan pengungkapan itu karena menjadikan skandal pelecehan hanya salah satu dari beberapa topik yang dakan dibicarakan.
Kebanyakan korban menginginkan para uskup menjadikan skandal pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur sebagai satu-satunya topik.
Pertemuan dimulai dengan masa hening untuk menghormati para korban, dan berlangsung di Lourdes — kota yang dianggap gereja Katolik sebagai tempat suci dan salah satu tujuah ziarah utama dunia.
Jelang konferensi, para uskup akan memeriksa pertanyaan tentang tanggung jawab institusional gereja atas pelecehan seksual, serta mekanisme memberi kompensasi kepada para korban.
Pada 5 Oktober sebuah komisi independen menerbitkan temuan yang merinci sekitar 3.000 predator di kalangan pastor yang melakukan pelecehan seksual terhadap 216 ribu anak di bawah umur. Pelecehan berlangsung sejak 1950 sampai 2020, dan ditutupi oleh selubung keheningan.
Laporan setebal 2.500 halaman itu menyebutkan sebagian besar korban adalah anak laki-laki pra-remaja dari berbagai latar belakang sosial.
Uskup Agung Eric de Moulins-Beaufort, presiden Konferensi Waligereja Prancis (CEF) yang meminta laporan itu, mengungkapkan rasa malu dan ngeri atas temuan itu. Paus Fransiskus mengatakan sangat sedih mendengar laporan itu.
Jean-Luc Souveton, imam yang mengalami pelecehan seksual, mengatakan akan menghadiri sesi pleno dan sesi khusus yang didedikasikan untuk korban pelecehan. Harapannya, membuat para uskup mengerti mengapa tidak korban menolak hadir dalam pertemuan penting ini.