Ritalin, doping otak dan anti-hiperaktif, diduga kuat mendorong pemakai ilegalnya mengonsumsi alcohol dan narkoba
JERNIH– Universitas Ariel di Israel menyimpulkan, Ritalin, obat yang selama ini dipercaya sebagai ‘doping’ buat otak, berbahaya bagi mereka yang menggunakannya tanpa resep. Studi tersebut menyimpulkan bahwa penggunaan Ritalin mendorong pada penggunaan alkohol dan narkoba.
Penelitian lebih lanjut tentang penggunaan Ritalin menemukan alasan untuk mengonsumsi Ritalin tanpa resep di kalangan pelajar dan mahasiswa Israel. Karakteristik konsumen Ritalin tanpa resep itu menunjukkan kecenderungan minum alkohol berlebihan, penggunaan narkoba dan prevalensi perilaku non normatif.
Sebuah studi tambahan yang dilakukan terfokus pada hubungan antara penggunaan Ritalin dan perbedaan gangguan makan antara wanita dan pria, dengan topik termasuk implikasi kesehatan Ritalin dan kemungkinan tanda awal gangguan makan.
Studi yang meneliti perbedaan gender antara pria dan wanita itu juga menemukan adanya tanda-tanda gangguan makan lebih tinggi di antara wanita. Selain itu, terkuak bahwa pria lebih sering menggunakan Ritalin daripada wanita, tetapi umumnya mereka lebih sering mendapatkannya via resep.
Lebih dari 1000 pelajar dan mahasiswa diperiksa dalam penelitian yang diterbitkan dalam sebuah jurnal kesehatan Israel itu. Penelitian itu dipimpin Prof. Liat Koren dari Departemen Manajemen Sistem Kesehatan, melibatkan Prof Nitza Davidovich dari Departemen Pendidikan.
Sekitar 2013 lalu media Jerman, Deutsche Welle menulis dan menengarai kecenderungan maraknya mahasiswa Jerman mengonsumsi Ritalin yang dianggap sebagai doping otak dan obat paten anti stress tersebut.
DW menulis, biasanya para mahasiswa Jerman menggunakannya di saat-saat menghadapi ujian. Trend itu disebut-sebut mengantikan kebiasaan minum kopi manakala dianggap tidak lagi membantu.
Saat itu, doping otak itu didefinisikan Professor Klaus Lieb dari Universität Mainz sebagai,”Konsumsi unsur psiko-aktif yakni elemen yang memiliki efek pada otak dengan sasaran meningkatkan kinerjanya”. Universitas Mainz melakukan penelitian terkait tema “doping otak” ini, dan baru-baru ini mempublikasikan hasilnya.
Sekitar 20 persen dari 2.600 mahasiswa yang menjadi responden penelitian saat itu mengaku, mereka setidaknya sekali mengkonsumsi pil Coffein, Amphetamine atau Ritalin, untuk mendongkrak prestasi otak.
Saat itu Dr. Stephan Schleim, penulis berbagai buku mengenai doping otak, memperingatkan bahayanya penggunaan obat-obatan paten tersebut. “Ritalin misalnya, adalah obat stimulus unsur pembawa pesan Dopamin, untuk pasien yang mengalami defisit konsentrasi atau ditambah hiperaktifitas. Pada beberapa individu, unsur aktifnya bahkan bisa memiliki efek membahayakan nyawa,” kata Schleim.
Penelitian itu juga menunjukan, mahasiswa dengan prestasi pas-pasan atau kurang, serta orang yang mudah stress rawan menjadi kelompok risiko tinggi pengguna doping otak. [Jerusalem Post/Deutsche Welle]