Site icon Jernih.co

RSF: Israel Ingin Bunuh Semua Wartawan di Jalur Gaza

JERNIH Reporters Withour Borders (RSF), LSM asal Prancis yang menghimpun wartawan dari seluruh dunia, mengatakan Israel menjadikan wartawan peliput konflik di Jalur Gaza sebagai target pembunuhan.

“Israel berulang kali mengatakan tentaranya tidak menargetkan jurnalis,” kata RSF. “Namun dalam laporan penyelidikan kematian Issam Abdullah, wartawan Reuters yang bertugas di Lebanon, dan empat jurnalis Agence Franc Presse (AFP), Israel secara terus terang menargetkan jurnalis.”

Issam Abdullah dan empat wartawan AFP menemui ajal saat meliput bentrok hebat antara Hizbullah dan tentara Israel di selatan Lebanon.

Selama konflik Hamas-Israel, yang dimulai 7 Oktober, 41 wartawan tewas. Sebagian besar terbunuh dalam pemboman di Jalur Gaza. Bom-bom Israel juga diarahkan ke kantor awak media di sekujur Gaza City.

Khusus pembunuhan lima wartawan di Lebanon selatan, RSF mengatakan temuan awal menunjukan wartawan itu bukan korban tembakan tambahan dalam penembakan itu.

“Salah satu kendaraan mereka bertanda pers. Tanda itu dapat dilihat,” kata RSF. “Namun, kendaraan mereka menjadi sasaran tembakan.”

RSF juga mengatakan tidak mungkin jurnalis itu disangka kompatan awak media berdiri di atas bukit.

Investigasi masih berlangsung, terutama untuk mengetahui asal-usul tembakan. Setelah ledakan itu, jurnalis yang hadir di lokasi kejadian hanya tahu bahwa peuru yang menewaskan Abdallah, jurnalis berusia 37 tahun, berasal dari perbatasan Israel.

“Ini mengindikasikan tidak ada tempat aman bagi wartawan di Jalur Gaza dan Lebanon selatan,” kata RSF. “Wartawan di kedua wilayah itu kini meiput perang paling mematikan abad ini.”

Kematian Terbanyak

Jalur Gaza bukan hanya kuburan bagi anak-anak, tapi juga wartawan. Sebanyak 36 wartawan, dari 41 yang tewas, menemui ajalnya di sini. Lebih 50 gedung media hancur, atau tak bisa dipergunakan lagi.

Pada 3 November, serangan udara Israel menargetkan menara Haji di Gaza, yang menampung kantor berita AFP, Al Jazeera, Ain Media, dan sejumlah media lokal.

Lima hari sebelum serangan, Israel memberi tahu AFP dan Reuters bahwa pihaknya tidak menjamin keselamatan jurnalis mereka di Gaza.

“Yang terjadi di Jalur Gaza adalah tragedi jurnalisme, dengan lebih dari satu reporter setiap hari terbunuh sejak 7 Oktober,” kata Jonathan Dagher, kepala RSF untuk Timur Tengah.

Lewat serangan udara seenaknya, Israel membunuh wartawan satu per satu. tanpa kendali. Komentar Israel yang tidak dapat diterima, kata Dagher, menunjukan penghinaan terhadap hukum internasional

Jurnalis terakhir yang tewas akibat serangan udara Israel adalah Mohammad Abu Hasira — repoter berkebangsaan Palestina yang bekerja untuk kentor berita WAFA.

Kematian Abu Hasira sangat tragis, karena 42 anggota keluarganya juga meregang nyawa ri rumahnya di Gaza City pada malam 5 November.

Exit mobile version