Site icon Jernih.co

Selandia Baru Peringati Dua Tahun Penembakan 51 Jamaah Masjid An Noor

JERNIH — Selandia Baru memperingati dua tahun penembakan 51 jamaah Masjid An Noor, Christchurch, dengan dzikir dan doa bersama di halaman masjid.

Peringatan dihadiri ratusan orang, sebagian besar Muslim yang bermukim di Christchurch. Air mata keluarga korban tumpah lagi bersama alunan ayat suci. Acara disiarkan langsung aplikasi media sosial.

Kiran Munir, yang suaminya menjadi korban penembakan, masih belum bisa melupakan kehilangan orang tercintanya. Ia menyebut Haroon Mahmood, suaminya, sebagai pria penyayang keluarga.

“Suami saya menyelesaikan pendidikan doktoral dan menunggu upacara kelulusan ketika penyerang merengut nyawanya,” kata Kiran.

Brenton Tarrant, warga Australia penyanjung supremasi kulit putih, pada 15 April 2019 memberondong jamaah Masjid An Noor saat Shalat Jumat, dan menewaskan 44 orang.

Dari Masjid An Noor, Tarrant mengemuki ke Masjid Linwood dan melepas tembakan ke kerumunan jamaah. Tujuh orang tewas.

Tahun lalu, Tarrant (30) mengaku bersalah atas dakwaan melakukan 51 pembunuhan, 40 dakwaan percobaan pembunuhan, dan satu dakwaan terorisme. Dia dijatuhi hukuman penjara seumur hidup tanpa kemungkinan pembebasan bersyarat.

Setelah serangan itu, Selandia Baru mengeluarkan undang-undang larangan senjata otomatis paling mematikan. Temel Atacocugu, korban selamat dari penyerangan ke Masjid An Noor, mengatakan penyebab pembantaian adalah rasisme dan ketidak-tahuan.

“Mereka menyerang seluruh umat manusia,” katanya. “Penyintas tidak akan pernah bisa menghapus rasa sakit keluarga korban.”

Namun, masih menurut Atacocugu, masa depan ada di tangan generasi sat ini. Ia dan seluruh umat Islam Selandia Baru akan terus maju dan mempererat kebersamaan.

Atacocugu masih ingat ketika harus menunggu untuk dirawat. Ia tidak sendiri. Mucaad Ibrahim, ayah seorang bocah usia tiga tahun, bersamanya. Atacocugu selamat, tapi Mucaad Ibrahim tidak.

Selama dzikir, 51 nama yang tewas dibacakan. Panitia juga menyampaikan terima kasih kepada petugas medis dan polisi.

Maha Elmadani, yang kehilangan ayahnya, mengatakan; “Rasa sakit kehilangan 51 orang tidak hanya berdampak pada orang-orang Christchurch tapi seluruh Selandia Baru dan dunia.

PM Selandia Baru Jacida Ardern, dalam pidatonya, mengatakan; “Saya tidak tahu harus berkata apa, karena kata-kata tidak pernah mengubah apa yang terjadi.”

Ia melanjutkan; “Tapi kata-kata memiliki kekuatan menyembuhkan, dan peristiwa dua tahun lalu akan menjadikan kita bangsa yang bangga akan keragaman.”

Exit mobile version