Site icon Jernih.co

Setelah Protes Dua Bulan dan Korban Ratusan, Iran Bubarkan Polisi Moral

JERNIH — Iran, Minggu 4 Desember, membubarkan polisi moral setelah dua bulan aksi protes yang dipicu kematian Mahsa Amini, gadis Kurdi usia 22 tahun yang ditangkap karena dianggap berpakaian tak pantas.

“Polisi Moralitas tidak ada hubungannya dengan pengadilan dan telah dihapuskan,”kata Jaksa Agung Mohammad Jafar Montazeri seperti dikutip kantor berita ISNA.

Pernyataan Jaksa Agung Montazeri muncul dalam konferensi agama saat dia menjawab pertanyaan peserta mengapa polisi moral dihapuskan.

Sejak Revolusi Islam 1979 yang menggulingkan monarki dukungan AS, Iran membentuk semacam pemantau resmi terhadap aturan berpakaian pria dan wanita. Unit ini didirikan Dewan Tertinggi Revolusi Kebudayaan Iran.

Di bawah Presiden Mahmoud Ahmadinejad, polisi moral — dikenal dengan nama Gash-e-Ershad, atau Patroli Bimbingan — dilembagakan untuk menyebarkan budaya kesopanan dan hijab. Kini, polisi moral berada di bawah Presiden Ebrahim Raisi.

Polisi moral mulai berpatroli tahun 2006 untuk menegakan aturan berpakaian yang mewajibkan perempuan mengenakan pakaian panjang dan melarang celana pendek, jins robek, dan pakaian yang dianggap tidak sopan.

Penghapusan polisi moral diumumkan sehari setelah Montazeri mengatakan baik parlemen maupun kehakiman sedang bekerja meninjau kembali undang-undang yang mewajibkan perempuan menutupi kepala.

Presiden Raisi mengatakan Republik Islam Iran dan Yayasan Islam secara konstitusional mengakar, tapi ada metode penerapan konstitusi yang bisa fleksibel.

Wajib Hijab

Hijab menjadi wajib bukan setelah Shah Iran terguling dan Republik Islam Iran terbentuk. Pakaian Muslimah ini menjadi wajib tahun 1983, atau empat tahun setelah Republik Islam Iran berdiri.

Polisi moral Iran tidak bisa sewenang-wenang menangkap perempuan berpakaian tak sopan. Lima belas tahun lalu polisi moral mengeluarkan peringatan sebelum menindak dan menangkap perempuan yang dianggap berpakaian tak layak.

Regu polisi moral biasanya terdiri dari pria berseragam hijau dan wanita mengenakan cadar hitam. Peran itu berkembang dan menjadi kontroversial.

Norma pakaian berangsur-angsur berubah, terutama di bawah mantan presiden moderat Hassan Rouhani. Saat itu wanita Iran dengan jins ketat dengan hijab longgar warna-warni adalah biasa.

Juli tahun ini, Ebrahim Raisi yang ultra-konservatif menyeru mobilisasi semua lembaga negara untuk menegakan hukum hijab. Raisi saat itu menuruh musuh Iran dan Islam menargetkan nilai-nilai budaya dan agama masyarakat degnan menyebarkan korupsi.

Arab Saudi juga punya polisi moral untuk menegakan aturan berpakaian dan lainnya. Sejak 2016 polisi moral di Arab Saudi dikesampingkan karena desakan ulama Sunni untuk menghilangkan citra keras.

Di Iran, September lalu Partai Persatuan Rakyat Islam Iran — kekuatan politik reformis — menyeru agar UU Hijab dibatalkan.

Exit mobile version