Site icon Jernih.co

Stanislaus: Deklarasi Benny Wenda Merupakan Makar

Benny Wenda, melalui Gerakan Persatuan Pembebasan Papua Barat atau The United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), memanfaatkan momentum 1 Desember untuk melakukan deklarasi kemerdekaan.

JERNIH-Analis Intelijen dan Keamanan Stanislaus Riyanta memberikan tanggapan tindakan Benny Wenda dan pengikutnya yang deklarasi Kemerdekaan Papua Barat dan menyatakan diri sebagai presiden sementara Papua Barat pada 1 Desember lalu.

Stanislaus menuding, Benny yang saat ini menjadi pelarian di Inggris dan memiliki kewarganegaraan Inggris, telah melakukan propaganda untuk mendeskreditkan pemerintah Indonesia demi kepentingan pribadi dan pihak-pihak yang menjadi sponsornya.

“Bagaimana mungkin berjuang untuk masyarakat Papua, sementara Benny Wenda hidup di negeri lain. Selain itu dia memprovokasi masyarakat untuk menentang pemerintah dan memerdekakan diri, padahal status Papua sebagai bagian dari Indonesia sudah final”, kata kandidat doktor dari Universitas Indonesia ini.

Apa yang dilakukan oleh Benny Wenda, kata Stanislaus, merupakan tindakan yang sangat tidak terpuji dan hanya ingin menciptakan suasana ricuh di Papua. Stanislaus bahkan menyebut Benny melakukan tindakan makar.

“Yang dilakukan oleh Benny Wenda sudah termasuk tindakan makar. Benny mengorbankan masyarakat Papua untuk berhadapan dengan masyarakat Papua. Tindakan makar dan provokasi Benny harus disikapi dengan tindakan hukum”, kata Stanislaus.

Untuk itu Stanislaus mendorong agar pemerintah focus mengajak masyarakat Papua asli termasuk dengan tokoh adat, tokoh agama dan tokoh budaya untuk melakukan dialog intensif agar memiliki arah yang sama dalam mengatasi berbagai masalah di Papua. Dengan demikian pembagunan di Papua yang saat ini terus dijalankan pemerintah pusat mendapat dukungan kuat dari seluruh komponen masyarakat.

“Dialog dengan masyarakat asli, tokoh adat, tokoh budaya dan tokoh agama sangat penting karena mereka menggambarkan suara masyarakat Papua. Jangan dibatasi dialog dengan elit politik, yang kemungkinan dengan berbagai kepentingannya kurang mencerminkan aspirasi nyata masyarakat”, kata Stanislaus.

Pemerintah juga harus menyelesaikan berbagai masalah yang ada di Papua seperti soal HAM, korupsi dan ketimpangan pembagunan dalam satu kerangka Papua final menjadi bagian dari Indonesia.

“Semua aktivitas yang dilakukan termasuk dialog harus dalam konsep bahwa Papua adalah bagian NKRI. Tidak ada opsi disintegrasi. Papua bagian dari Indonesia sudah final dan tidak perlu didebatkan”. (tvl)

Exit mobile version