Site icon Jernih.co

Survei The Times: Inggris Bukan Lagi Negara Kristen, Pendeta Ingin Dapat Izin Menikahi Pasangan Gay

JERNIH — Para pendeta Gereja Inggris ingin mendapatkan izin menikahi pasangan gay, pendeta gay menikah, dan ajaran Anglikan yang menentang homoseksualitas diubah pada Sinode Umum mendatang, demikian survei The Times dengan 1.200 responden.

Hasil survei yang dipublikasikan Selasa 29 Agustus juga memperlihatkan mayoritas pendeta Gereja Inggris menyambut baik kehadiran pemimpin perempuan di antara mereka. Menariknya, kebanyakan responden percaya Inggris bukan lagi negara Kristen.

Survei ini adalah yang pertama sejak 2014, saat Inggris melegalkan serikat sipil sesama jenis. Saat itu, 51 persen pendeta Anglikan mengatakan pernikahan sesama jenis adalah salah, 39 persen mendukung.

Kurang satu dekade sejak survei itu, 59 persen pendeta akan memberkati pasangan sesama jenis, 32 persen menolak. Sebanyak 63 persen berpendapat Gereja Inggris harus mengizinkan pendeta homoseksual memasuki perkawinan sipil sesama jenis.

Menutur The Tims, 53,4 persen pendeta mendukung perubahan undang-undang untuk mengizinkan mereka menikahi pasangan gay, 36,5 persen menentang. Namun, hanya 49,2persen bersedia memimpin pernikahan sesama jenis, dan 41 persen tidak bersedia.

Hampir dua per tiga pendeta yang disurvei mendukung perubahan doktrin Anglikan yang menyebutkan praktik homoseksualitas tidak sesuai kitab suci. Sebanyak 29,7 persen menginginkan doktrin dipertahankan.

Gereja Anglikan secara nominal menentang segala jenis hubungan seks di luar nikah, tapi 37,2 persen responden akan menerimanya dalam hubungan sesama jenis yang berkomitmen dan 27,3 persen ingin melihat penolakan itu langsung dibatalkan

The Times memperkirakan hasil survei itu berarti lebih 10.600 dari 20 ribu pendeta Gereja Anglikan akan menukung pernikahan sesma jenis di dalam gereja. Namun, survei itu didasarkan pada tanggalan 1.185 pendeta yang melayani, setelah The Times menjangkau 5.000 pendeta yang beralamat di Inggris, yang dipilih secara acak dari Direktori Klerikal Anglikan Crockford.

Sampel survei berjumlah enam persen dari pendeta aktif yang didefinisikan sebagai vikaris, rektor, kurator, pendeta, dan pensiunan imam yang masih dapat merayakan sakramen seperti Perjamuan Kudus.

Selain perubahan besar dalam isu LGBTQ, survei juga menunjukan 80 persen pendeta mendukung adanya uskup agung perempuan. Sebanyak 64,2 persen mengatakan Inggris dapat digambarkan sebagai negara Kristen hanya secara historis bukan saat ini, 9,2 persen mengatakan tidak, dan 24,2 persen menjawab ya.

“Ini sungguh luar biasa,” kata Pendeta Andrew Foreshew-Cain, yang menjalankan Kampanye Pernikahan Setara di Gereja, kepada The Times.

Survei ini, menurut Foreshaw-Cain, menunjukan arah perubahan yang perlu dilakukan gereja.

“Gereja adalah gereja, bukan sebuah klub, yang memiliki panggilan tersendiri yang tidak mencakup untuk mencari popularitas,” kata Nick Baines, Uskup Leeds yang berbicara atas nama C of E.

“Pertobatan berarti terbuka untuk mengubah pikiran agar masyarakat menghadapi keduanya; cinta dan keadilan. Ini berarti kadang bertentangan dengan arus budaya populer, betapa pun tidak nyamannya hal itu,” lanjutnya.

Gereja Anglikan adalah denominasi Protestan yang didirikan tahun 1543, ketika Raja Henry VIII menolak otoritas Paus Katolik Roma dalam perselisihan perceraian. Kepala Gereja Anglikan tituler adalah Raja Inggris, sedangkan Uskup Agung Cantenrbury bertindak sebagai primata. Anglikan adalah akronim dari anglo-vatikan, atau vatikan-nya Inggris.

Exit mobile version