Site icon Jernih.co

Taliban Penggal Puluhan Tahanan Politik dan Mantan Tentara

JERNIH — Komisi Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (UNHRC) melaporkan Taliban memenggal atau menggantung puluhan tahanan dan memamerkan mayat mereka di depan umum, dalam pembunuhan di luar proses hukum.

Taliban, masih menurut UNHRC, juga merekrut anak-anak sebagai tentara, mencabut hak-hak perempuan sejak mengambil alih kekuasaan, Agustus 2021.

Lebih 100 mantan pasukan keamanan nasional Afghanistan, atau tentara rezim dukungan AS dan NATO, tewas sejak pengambil-alihan.

Nada al-Nashif, wakil UNHRC, mengatakan setidaknya 50 tersangka anggota Negara Islam Propinsi Khorasan — musuh ideologis Taliban — dibunuh dengan cara digantung atau dipenggal.

Menurut Al-Nashif, UNHRC sangat khawatir pembunuhan di luar proses hukum terus berlanjut. Padahal, Taliban mengumumkan amnesti setelah 15 Agustus.

“Antara Agustus dan November kami menerima tuduhan kredibel tentang lebih 100 pembunuhan mantan pasukan keamanan nasional Afghanistan, dan orang-orang terkait pemerintah sebelumnya,” kata Al-Nashif kepada Dewan Hak Asasi Manusia PBB dan dikutip Daily Mail.

“Setidaknya 72 pembunuhan ini dikaitkan dengan Taliban,” lanjutnya. “Dalam beberapa kasus, mayat-mayat itu dipamerkan di depan umum. Ini menyebabkan ketakutan di kalangan penduduk.”

Sedikitnya delapan aktivis dan dua wartawan tewas sejak Agustus, sedangkan PBB sejauh ini mendokumentasikan 59 penahanan tidak sah dan ancaman terhadap barisan mereka.

“Keamanan hakim, jaksa, dan pengacara, serta wanita yang berprofesi di bidang hukum, adalah masalah harus diperhatikan,” kata Al-Nashif.

Komentar Al-Nashif muncul setelah AS dan sejumlah negara mengecam keras Taliban menyusul laporan Human Rights Watch (HRW) yang mendokumentasikan 47 eksekusi singkat.

Eksekusi itu dilakukan terhadap mantan pasukan keamanan nasional Afghanistan, personel militer lainnya, polisi, dan agen intelejen, yang menyerah atau ditangkap Taliban pada pertengahan Agustus sampai Oktober.

Juru bicara Taliban Qari Sayed Khosti dengan tegas menolak laporan dan klaim lain tentang pembunuhan di luar proses hukum. Ia menyebut laporan itu tidak berdasarkan bukti.

Menurut Khosti, pembunuhan terhadap mantan tentara nasional Afghanistan terjadi karena persaingan dan perseteruan pribadi.

Exit mobile version