Site icon Jernih.co

Tangis Pilu Han Lay Sang Ratu Kecantikan untuk Myanmar

JERNIH — “Kami punya mata, tapi tak bisa melihat. Kami punya telinga, tapi tak bisa mendengar. Kami punya mulut tapi tak bisa bisa bicara. Itulah yang terjadi di Myanmar,” tulis Han Lay, Ratu Kecantikan Myanmar, di akun Twitter-nya.

“Sebagai Miss Grand Myanmar, berdiri bersama 60 juta penduduk yang berbicara keras bahwa demokrasi harus menang,” ia melanjutkan.

Sejak awal Maret, ketika kekuasaan junta militer Myanmar memasuki bulan kedua, Han Lay telah menyuarakan keprihatinannya. Saat itu ia berada di Bangkok, jelang kontes Miss Grand International.

Dari karantina hotel, Han Lay menyaksikan televisi yang memperlihatkan junta militer membantai pengunjuk rasa di jalan-jalan. Ada sekelumit gambar jalan-jalan Mandalay yang dikenalnya, karena dia berasal dari kota itu.

Pada 11 Maret Han Lay berbicara. Ia muncul di depan kamera di karantina, mengenakan gaun bersulam gambar Aung San Suu Kyi, pemimpin Myanmar yang ditahan militer sejak perebutan kekuasaan 1 Februari 2021.

“Saya berbagi kesedihan tak terlukiskan seperti semua di Myanmar,” katanya, seraya memuji keberanian pengunju rasa, terutama para wanita yang ditembak mati.

“Kita harus memenangkan revolusi,” lanjutnya seraya terisak.

Sabtu 27 Maret malam, Han Lay mendapati dirinya di bawah sorotan panggung Miss Grand International di Bangkok, Thailand, ketika berita datang dari perbatasan bahwa jalan-jalan sekujur Myanmar berlumur darah. Saat itu, 114 orang tewas ketika para jenderal menggelar makan lama mewah.

Han Lay melanggar aturan tak terulis kontes kecantikan, yaitu tidak menggunakan acara untuk kepentingan politik, dengan melangkah ke mikrofon.

Ia berdiri sejenak, terdiam, menghapus air mata di pipi berlumur bedak. “Hari ini di negara saya, Myanmar, lebih 100 orang tewas. Saya menyampaikan kesedihan untuk semua orang yang kehilangan nyawa,” katanya.

Han Lay menuntut dunia internasional bertindak. Ia juga menuntut demokrasi dan keadilan untuk orang-orang yang tewas.

Pidato Han Lay menjadi berita utama di seluruh dunia, dan viral. Nawat Itsaragrisil, penyelenggara Miss Grand International, mengatakan akan merawat Han Lay selama di Bangkok.

“Han Lay tidak bisa kembali ke Myanmar, karena bandara ditutup,” kata Itsaragrisil. “Saya menghubungi Biro Imigrasi untuk meminta ijin Han Lay bisa tinggal di Thailand.”

Terakhir, Han Lay berbicara kepada wartawan tentang situasi Myanmar. Ia sekali lagi mendesak dunia internasional menghentikan krisis yang melanda tanah airnya.

“Saat ini warga Myanmar tidak dapat menghentikan militer,” katanya. “Kami meminta bantuan komunitas internasional. Kami membutuhkan bantuan PBB.”

Di Myanmar, menurut Han Lay, siapa pun bisa mati kapan saja akibat dibunuh tentara. Bukan hanya mereka yang bergerak di jalan-jalan, tapi mereka yang sedang tidur.

Tentara Myanmar, lanjutnya, bukan lagi menghadapi pengunjuk rasa tapi meneror warga di seluruh negeri. Orang-orang berseraga datang malam hari, menembaki rumah-rumah penduduk dan pergi dengan meninggalkan dua tiga atau empat korban tewas.

“Saya perlu khawatir akan masa depan negara dan generasi saya,” Han Lay mengakhiri.

Exit mobile version