Site icon Jernih.co

Tarik Jaminan Fidusia dengan Putusan Pengadilan, Rugikan Rakyat Kecil

JAKARTA- Deputi Komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Sarjito, khawatir dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mewajibkan kreditur atau perusahaan pembiayaan ( leasing) harus mendapatkan ijin terlebih dahulu dari  pengadilan untuk melakukan penarikan jaminan fidusia.

Menurut Sarjito, putusan MK akan mendorong kreditor selektif untuk mengucurkan kredit bagi calon konsumen. “Jangan sampai ketika adanya putusan MK itu, menyebabkan penyediaan jasa pembiayaan jadi selektif menyediakan kreditnya,” kata Sarjito di Hotel Millenium, Rabu (15/1/2020).

Sarjito mengingatkan, mereka yang mengajukan kredit pada umumnya masyarakat kelas menengah kebawah yang menggantungkan kredit untuk mendapatkan kendaraan sebagai alat mencari nafkah. “Kalau kreditor selektif, berarti orang-orang kecil yang ingin kendaraan seperti ojek online nanti kesusahan,” kata Sarjito menambahkan.

Kewajiban perusahaan mendapatkan ijin pengadilan, menurut Sarjito, justru dapat merugikan perusahaan pembiayaan karena bisa saja ada kesengajaan beberapa oknum dari pihak debitor melakukan wanprestasi atau menunggak pembayaran utang dari tanggal yang dijanjikan.

“Jangan sampai nanti debitor nakal sengaja wanprestasi, nanti kreditor tidak bisa eksekusi cepat, karena butuh keputusan eksekusi dari pengadilan”.

Sebagaimana diketahui pada 6 Januari 2020 MK membuat keputusan yang dinilai kontroversial  dimana perusahaan kreditur (leasing) tidak bisa menarik atau mengeksekusi obyek jaminan fidusia seperti kendaraan atau rumah secara sepihak.

Keputusan tersebut tertuang dalam putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019 tertanggal 6 Januari 2020, perusahaan kreditur harus meminta permohonan eksekusi kepada pengadilan negeri terlebih dahulu.

.”Terhadap jaminan fidusia yang tidak ada kesepakatan tentang cidera janji (wanprestasi) dan debitur keberatan menyerahkan secara sukarela objek yang menjadi jaminan fidusia, maka segala mekanisme dan prosedur hukum dalam pelaksanaan eksekusi Sertifikat Jaminan Fidusia harus dilakukan dan berlaku sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap,” demikian bunyi petikan putusan MK.

Namun sebetulnyan MK tetap memberi peluang bagi perusahaan leasing untuk dapat melakukan pengambilalihan tanpa lewat proses pengadilan, dengan syarat debitur melakukan wanprestasi.

“Sepanjang pemberi hak fidusia (debitur) telah mengakui adanya “cidera janji” (wanprestasi) dan secara sukarela menyerahkan benda yang menjadi obyek dalam perjanjian fidusia, maka perusahaan leasing berhak mengambil obyek yang diperebutkan.  

Sekedar mengingatkan bahwa putusan MK tersebut berawal dari gugatan yang diajukan  pasangan suami istri asal Bekasi, Suri Agung Prabowo dan Apriliani Dewi.

 Suri dan Dewi mengajukan gugatan karena menilai kendaraan yang masih dicicilnya diambil-alih secara sepihak oleh perusahaan leasing tanpa melalui prosedur hukum yang benar. Perusahaan tersebut juga melibatkan debt collector.

(tvl)

Exit mobile version