“KH Hasyim Asy’ari sendiri sangat intens, perhatian, dan berupaya mendorong persatuan, membangun ukhuwah. Bagaimana beliau menjaga persatuan di antara umat islam”
JERNIH – Ulama, tokoh agama, dan penceramah sebagai panutan umat, tidak hanya bertanggungjawab dalam menjaga keimanan, tetapi juga keamanan umat.
Penceramah sejatinya harus mengembangkan ajaran dan nilai yang bisa merawat persaudaraan keagamaan dan kebangsaan sebagaimana KH. Hasyim Asy’ari yang selalu berdakwah dengan semangat Islam rahmatan lil alamin dan nasionalisme.
Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, KH Abdul Hakim Mahfudz, mengatakan semangat merawat persaudaraan keagamaan dan kebangsaan, sejatinya merupakan ajaran yang hingga kini terus dipedomani oleh anak keturunan, ulama, dan murid KH. Hasyim Asy’ari di Tebuireng.
“KH Hasyim Asy’ari sendiri sangat intens, perhatian, dan berupaya mendorong persatuan, membangun ukhuwah. Bagaimana beliau menjaga persatuan di antara umat islam,”ujarnya di Jombang, Kamis (17/3).
Baca Lagi: Islam dan Negara
Menurut Gus Kikin, ada dua hal pokok ajaran KH. Hasyim Asy’ari, yang terus dijadikan pedoman oleh para murid dan santrinya secara turun-temurun sebagai warisan ajaran yang luhur dan khas.
“Satu adalah mencapai persatuan. Kedua, belajar mencari ilmu,” katanya.
Ia menjelaskan, KH Hasyim Asy’ari menekankan pentingya keilmuan. Sebab dengan keilmuan yang matang, maka akan membawa kepada kebaikan dan menjadi modal membangun ukhuwah persatuan antar umat beragama dan golongan .
“Karena dari keilmuan tersebut, dahulu beliau mampu mengumpulkan berbagai macam kalangan, golongan yang berbeda paham,” kata dia.
Ulama dan Penceramah Harus Gelorakan Nasionalisme di Mimbar
Olehnya itu, ia menilai para dai, ulama, dan penceramah harusnya dapat menggelorakan semangat nasionalisme dengan saling menguatkan demi membangun persatuan.
Para penceramah juga perlu membuat masyarakat memahami, bahwa semangat nasionalisme tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama dan dalam mengekspresikan keimanannya.
Disamping itu, para penceramah dapat memberikan pengertian kepada umatnya, bahwa Rasulullah telah mengajarkan untuk hidup berbangsa dan mencintai bangsanya yang beragam.
“Sebagaimana Rasulullah menekankan kepada warga Madinah untuk komitmen menjalankan agamanya masing-masing dan tidak memaksakan agama Islam,” ujar dia.
Para ulama dan penceramah senantiasa menggelorakan semangat nasionalisme di mimbar. Selain itu, dibutuhkan komunikasi dan dialog antara pemerintah dan penceramah serta ormas-ormas keagamaan terkait.
Ia berpesan, agar masyarakat tidak ceroboh dalam memilih penceramah yang dijadikan panutan atau pedoman.
“Masing-masing punya pilihan, tetapi yang jelas jangan menyimpulkan sesuatu itu dari persepsi sendiri, karena dalam ajaran agama semua sudah tercatat, sudah ada aturannya jadi kalau memang ada yang kurang jelas maka tanya pada (ulama) yang mengerti,” katanya.