Site icon Jernih.co

Tentara dan Polisi Myanmar Kejar Dokter dan Tenaga Medis, Sejumlah Rumah Sakit Ditutup

JERNIH — Ratusan dokter dan perawat yang berpartisipsi dalam Gerakan Pembangkangan Sipil (CDM) dikabarkan lari dan sembunyi dari kejaran militer dan polisi.

Mereka tidak terlihat di rumah-rumah sakit sejak pekan lalu, atau ketika militer Myanmar mengeluarkan surat penangkapan. Mereka ditengarai menggunakan atribut masyarakat biasa dan terus terlibat dalam aksi unjuk rasa.

Dokter dan tenaga medis adalah penggerak CDM. Mereka yang kali pertama menggunakan kata ‘pembangkangan sipil’ sebagai label gerakan menolak kudeta.

Prakarsa mereka mendapat sambutan luar biasa dari kelompok-kelompok profesi, pekerja, dan masyarakat umum. Terakhir, giliran ribuan pegawai negeri berbagai departemen dan pemerintah daerah turun ke jalan.

Polisi dan tentara meningkatkan upaya menangkap dokter, tenaga medis, dan PNS, yang terlibat. Pyae Phyo Naing, seorang dokter di rumah sakit Ingapu, ditangkap 11 Februari lalu.

Ia ditangkap saat sedang merawat pasien di klinik filantropi, karena rumah sakit tempatnya bekerja ditutup. Sejak saat itu keluarganya tidak mendengar kabarnya.

Phyo Naing tidak beruntung, sedangkan dokter-dokter lain menghilang dari tempat kerja mereka sejak turun ke jalan. Akibatnya, terjadi kelangkaan dokter di hampir semua rumah sakit di Myanmar.

Kamis lalu, polisi berpakaian preman mencoba menangkap Win Marlar Kyi, asisten direktur Departemen Layanan Medis Naypyitaw di Pobba Thiri. Beruntung, masyarakat melindungi sang dokter dengan aksi ngotot meminta polisi preman memperlihatkan surat penangkapan.

Di Mandalay, seorang dokter yang berbicara tanpa menyebut nama, mengatakan seluruh dokter mengikuti CDM tapi tidak ada yang ditahan kendati polisi terus mengawasi mereka.

Beberapa dokter spesialis, tentu saja pendukung CDM di Mandalay, memberi pengobatan gratis kepada pasien dari rumah sakit pemerintah dan swasta.

Di Naypyitaw, 150 dokter dan perawat di rumah sakit pemerintah berkapasitas 1.000 tempat tidur lari lintang pukang saat polisi dan tentara mendatangi mereka. Mereka dikabarkan bersembunyi dan tak akan kembali ke rumah sakit.

Lynn Letyar, ahli bedah di RSU Lashio di negara bagian Shan, mengatakan sebagian besar dokter memilih berada di rumah karena takut ditangkap saat berada di tempat umum.

Seperti negara lain, Myanmar sedang menghadapi pandemi. Namun, publik Myanmar lebih takut berada di bawah sepatu lars tentara ketimbang Covid-19.

Exit mobile version