Site icon Jernih.co

Tentara Myanmar tak Berhenti Membantai, Etnis Bersenjata Umumkan Perang

JERNIH — Tentara Arakan (AA), bersama dua etnis bersenjata; Tentara Aliansi Demokratik Nasional Myanmar (MNDAA) dan Tentara Pembebasan Nasional Ta’ang (TNLA), sepakat membentuk Aliansi Persaudaraan Tripartit untuk menghadapi militer Myanmar yang terus membunuh penduduk pengunjuk rasa tak bersenjata.

Di perbatasan Thailand, jet tempur Myanmar menebar bom ke penduduk etnis Karen, menciptakan gelombang pengungsi dan ribuan lainnya mencari perlindungan ke hutan.

Serikat Nasional Karen (KNU) dipastikan akan merespon serangan, ketika Tatmadaw — julukan untuk tentara Myanmar yang didominasi etnis Bamar — menggelar serangan darat. Myanmar di ambang perang sipil.

Khaing Thuka, juru bicara AA, mengatakan kepada The Irrawaddy bahwa sudah saatnya organisasi etnis bergandeng tangan melindungi warga sipil yang tertindas rejim militer.

“Kita harus melakukan yang terbaik untuk melindungi nyawa dan harta benda orang-orang tertindas,” kata Thuka.

AA terlibat pertempuran terbuka sejak November 2018 sampai awal November 2020, menimbulkan ratusan korban dan 200 ribu penduduk mengungsi. Tatmadaw berusaha membujuk AA dengan mencabut organisasi itu dari daftar kelomk teroris.

Bersama KNU, MNDAA, dan TNLA, AA menjadi pengecam Tatmadaw setelah pengambilan kekuasaan dari pemerintahan sipil. AA mendesak perlunya penyelesaian politik, bukan dengan membunuh orang di jalan-jalan.

“Mereka memperlakukan warga sipil seperti binatang,” kata Thuka. “Mereka menembak siapa saja, orang tua sampai anak-anak. Bukan tembakan yang mencederai tapi mematikan.”

Di kota-kota, masih menurut Thuka, tentara juga menjarah properti milik penduduk. Menembak orang-orang yang melihat aksi mereka.

Sebelum kudeta, Aliansi Persaudaraan Tripartit merundingkan perjanjian penghentikan pertempuran, mengumumkan gencatan senjata sepihak, untuk mendukung perundingan dengan pemerintah. Setelah kudeta militer mereka memperpanjang gencatan senjata sampai 31 Maret.

Mayor Mai Aik Kyaw, juru bicara TNLA, mengatakan; “Kami mengutuk tindakan keras Tatmadaw, kami juga berduka dengan kelaurga pengunjuk rasa yang tewas.”

Menurutnya, Aliansi Persaudaraan kini sedang mempertimbangkan mengakhiri gencatan senjata sepihak. Artinya, adu senjata dengan Tatmadaw bisa terjadi kapan saja.

Di negara bagian Kachin, Tentara Kemerdekaan Kachin (KIA) menyerang posisi militer dan polisi di dua lokasi sejak 11 Maret. Serangan itu merupakan pertanda bahwa KIA mendukung perlawanan pengunjuk rasa di seluruh kota di Myanmar.

Di pihak KNU, pemimpin Karen Padoh Saw Mutu Say Poe mengatakan hanya akan bertemu pemimpin kudeta Jenderal Min Aung Hlaing jika Tatmadaw menghentikan pembunuhan penduduk sipil, serta membebaskan semua tahanan politik yang ditangkap pasca kudeta.

Exit mobile version