JAKARTA – Sejak hari-hari pertama penyebaran COVID-19 di Tiongkok, Republik Islam Iran sesuai dengan tanggung jawab internasionalnya telah mengambil langkah-langkah pencegahan. Sayangnya, langkah-langkah Iran tersebut sangat terkendala blokade ekonomi yang dilakukan Amerika Serikat.
Demikian pernyataan Kedutaan Besar (Kedubes) Republik Islam Iran di Indonesia melalui keterangan tertulis yang diberikan ke Jernih.co di Jakarta, Senin (23/3/2020).
Kedubes menjelaskan, sejak tanggal 21 Januari 2020 telah terbentuk “Pusat Penanggulangan Wabah Corona” di Kementerian Kesehatan Iran, untuk melakukan pemantauan dan pendalaman secara rutin dan memberikan informasi kepada masyarakat tentang perkembangan terkini.
Untuk kasus positif pertama COVID-19 di Iran, ditemukan pada tanggal 19 Februari 2020 di kota Qom. “Walaupun hanya beberapa hari menjelang penyelenggaraan pemilu legislatif tetapi demi melindungi kesehatan masyarakat dan mematuhi peraturan internasional, hal ini diumumkan tanpa pertimbangan apa pun,” tulis Kedubes.
Berdasarkan standar internasional, satu-satunya sumber publikasi informasi yang resmi tentang COVID-19 adalah Kementerian Kesehatan Republik Islam Iran.
“Hingga hari ini terdapat 21638 kasus positif COVID-19, dimana 7913 orang diantaranya telah pulih secara sempurna dan 1685 orang meninggal dunia,” katanya.
Pemerintah Iran juga telah mengundang pejabat dan tim ahli Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), melihat fasilitas medis, memberikan saran, dan pengalaman dari berbagai negara kepada Iran untuk menanggulangi COVID-19.
Tak hanya itu, kunjungan tersebut juga dilakukan pertemuan. Dimana sistem kesehatan dan kedokteran Iran dinyatakan cukup handal dalam menangani COVID-19.
“Kemajuan signifikan telah dibuat di sektor pengobatan dan diagnosis virus Corona di Iran serta dalam pemberian informasi kepada masyarakat,” kata Ketua Delegasi WHO, Richard Brennan di Iran.
Walau demikian, terorisme ekonomi Amerika Serikat juga menjadi penghambat usaha Iran pada posisi yang membutuhkan bantuan internasional. Karenanya, negara-negara dunia diharapkan menyesuaikan berbagai tindakan.
“Republik Islam Iran siap bekerjasama dan menukar pengalaman dengan berbagai negara sahat dan non-blok,” ujarnya.
“Rakyat dan pemerintah Republik Islam Iran terus bekerja keras untuk memerangi COVID-19, tetapi sanksi AS menghambat upaya mereka,” lanjutnya.
Faktor lain yang menyulitkan Iran adalah langkah Pentagon yang menakut-nakuti beragam negara dan perusahaan di dunia untuk tidak menjual obat-obatan dan fasilitas medis kepada Iran.
“AS mengklaim bahwa obat-obatan dan fasilitas medis bukan termasuk daftar sanksi unilateral mereka,” ujar dia.
Mengingat pandemi COVID-19 adalah sebuah persoalan internasional dan bahkan Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, meminta dunia untuk menyatakan perang terhadap Covid-19, maka penting seluruh negara dunia berusaha, bersinergi, dan bekerjasama secara kolektif mengatasi penyebaran virus tersebut.
“AS harus berhenti mempolitisasi upaya kemanusiaan dan mencabut sanksi terhadap Iran,” katanya.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif, dalam suratnya kepada Sekretaris Jenderal PBB pada hari Kamis (12/3/2020), menekankan perlunya mencabut sanksi sepihak AS terhadap Iran. Hak itu dikarenakan, meskipun Iran memiliki kemampuan ilmiah untuk memerangi COVID-19, tapi sanksi dan prasyarat AS untuk mencegah penjualan obat-obatan dan peralatan medis menyebabkan upaya memerangi virus Corona menghadapi kendala yang sangat serius.
Amerika bahkan baru-baru ini manjatuhkan sanksi kepada lima perusahaan dan lima individu baru yang berhubungan dengan industri nuklir Iran, yang berada di bawah pengawasan penuh Badan Internasional Tenaga Atom (IAEA).
Menurutnya, kekuatan hegemonik dan arogan dunia di bawah kepemimpinan AS, tidak hanya merongrong sistem dan kedaulatan Republik Islam Iran, tapi juga memusuhi rakyat Iran.
“Seluruh negara dunia tidak mengakui sanksi-sanksi sepihak AS. Setiap negara harus membuktikan independensi dan komitmennya terhadap nilai-nilai HAM dengan mengabaikan sanksi sepihak AS khususnya di bidang farmasi dan fasilitas medis,” kata dia.
Presiden Republik Islam Iran, Hassan Rouhani, dalam suratnya kepada sejumlah kepala negara menyatakan mengelola krisis COVID-19 tidak mudah dilakukan oleh negara manapun secara sendiri.
Karenanya, mematuhi sanksi tak berdasar AS terhadap Iran, bukan saja ilegal dan bertentangan dengan resolusi Dewan Keamanan PBB nomor 2231, tetapi juga tidak etis dan tidak manusiawi.
Ia mengingatkan, setiap kebijakan sempit dan konfrontatif akan merusak sistem medis dan membatasi sumber daya keuangan dalam manajemen krisis Iran, sehingga berdampak langsung terhadap proses memerangi epidemi global COVID-19.
“Sanksi pemerintah AS terhadap Tehran telah menyebabkan banyak rakyat Iran kehilangan kesehatan, pekerjaan, dan penghasilan mereka,” ujar dia.
Republik Islam Iran percaya, mengalahkan COVID-19 adalah tugas internasional. “Kini telah tiba bagi komunitas internasional untuk menghadapi sikap arogansi anti-hukum dan anti-kemanusiaan AS dan tidak akan membiarkan sanksi AS yang kejam terhadap Iran dapat mempengaruhi upaya menghadapi virus mematikan ini,” katanya.
Republik Islam Iran juga berterima kasih kepada negara pengirim paket bantuan kepada Iran untuk melawan wabah COVID-19.
Selain mengambil langkah-langkah pencegahan dan pengobatan, pemerintah Republik Islam Iran bersama seluruh elemen bangsa termasuk angkatan bersenjata melakukan proses deteksi dini, pelacakan orang yang berhubungan dengan pasien, karantina dan perawatan orang yang terinfeksi COVID-19. [fan]