- The Lancet adalah jurnal kesehatan dengan reputasi luar biasa, meski bukan tanpa cacat.
- Artikel hasil penelitian harus dibaca lima peninjau independen, sebelum diterbitkan.
- Inggris jengkel dan menuduh Rusia mencuri data penelitian vaksin.
London — Sputnik V, vaksin Covid-19 pertama di dunia yang terdaftar, terbukti manjur menghasilkan antibodi pada 76 peserta uji coba tahap awal.
Penelitian yang didanai Kementerian Kesehatan Rusia menemukan setiap pasien penerima vaksin mengembangkan antibodi, dan tiak menunjukan efek samping signifikan. Laporan penelitian dipublikasikan The Lancet, salah satu jurnal medis tertua di dunia dan paling dihormati.
Pada 11 Agustus 2020, Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan telah mendaftarkan Sputnik V sebagai vaksin Covid-19 pertama. Gamaleya Research Institute of Epidemiology and Microbiology, pengembang vaksin, akan mendistribusikan vaksin kepada guru dan pekerja medis, sebelum tersedia di pasar untuk masyarakat umum.
Pengumuman ini menimbulkan kegemparan di kalangan ilmuwan dan ahli epidemiologi di seluruh dunia. Rusia dianggap tergesa-gesa mengumumkan vaksin Covid-19 temuannya, dan mempertanyakan keamanannya karena subyek uji coba yang sedikit.
Pengujian Sputnik V terhadap 76 peserta uji coba sebenarnya telah berlangsung sebulan lalu. Alexander Gintsburg, kepala Gamaleya Research Institute of Epidemiology and Microbiology, mengatakan butuh waktu lama untuk menulis artikel hasil penelitian di jurnal The Lancet.
“Artikel dievaluasi lima peninjau independen, sesuai konvensi tinjauan sejawat standar internasional,” kata Gintsburg seperti dikutip kantor berita Interfax. “Hasilnya, komunitas ilmiah menilai dengan cukup obyektif.”
Namun The Lancet tetap memberikan kritik. Menurutnya, uji coba jangka panjang — termasuk perbandingan plasebo — masih diperlukan untuk menetapkan kualitas sebenarnya.
The Lancet adalah jurnal medis dengan segenap reputasi baik, tapi bukan tanpa kontroversi. Awal tahun ini, misalnya, The Lancet menerbitkan penelitian yang menyangkal efektivitas obat malaria hydroxychloroquine terhadap Covid-19. Artikel itu kemudian ditarik karena beberapa kesalahan, dan menimbulkan kegaduhan.
Rusia hanya satu dari sekian negara yang berlomba mengembangkan vaksin virus korona. Universitas Oxford, Juli 2020, mengembangkan vaksin yang sama dan mengujinya kepada 1.077 orang.
Hasil pengujian menunjukan vaksin menciptakan antibodi pada setiap peserta uji coba. Cina juga mengembangkan vaksin, dengan melibatkan dua perusahaan; Sinovac dan Sinopharm.
Sukses Sputnik V menimbulkan persoalan lain. Menteri Kemanana Inggris James Brokenshire mengklaim peretas Rusia menyerang laboratorium Inggris dan mencuri data penelitian vaksin.