Site icon Jernih.co

Tokoh Muda Sultra Ruslan Buton: Melaporkan Nur Alam ke Bawaslu Itu Intimidasi Politik

KENDARI – Tokoh muda Sulawesi Tenggara (Sultra) Ruslan Buton menilai pelaporan mantan gubernur Sultra Nur Alam ke Bawaslu adalah tindakan keliru dan cenderung bernuansa intimidasi politik.

“Sultra memiliki sejarah dan akar budaya yang kuat, dengan etnis Tolaki, Moronene, Buton, dan Muna, dikenal sebagai ’empat pilar’ yang membentuk propinsi itu,” kata Ruslan dalam unggahan di akun TikTok @ruslan_buton_75. “Keempat etnis itu secara historis memiliki hak memimpin Sultra, karena mereka yang memperjuangkan pemekaran wilayah dari Sulawesi Selatan (Sulsel).”

Nur Alam dilaporkan ke Bawaslu oleh tim pemenangan pasangan calon gubernur ASR-Hugua, dengan tuduhan menyebarkan kebencian dan SARA dalam orasi tentang Sultra harus dipimpin putra/putri asli daerah. Menurut Ruslan, yang disampaikan Nur Alam adalah edukasi politik, mengingatkan masyarakat menjaga amanah para pendiri Sultra.

Narasi Sultra seharusnya dikelola putra daerah asli, menurut Ruslan, sama sekali tidak menyinggung etnis lain. Jadi, masih menurut Ruslan, melaporkan Nur Alam karena narasi itu adalah langkah keliru. Nur Alam adalah sosok dengan rekam jejak panjang dalam pembangunan Sultra.

Ruslan mengaitkan polemik yang terjadi ini dengan sejarah masa lalu. Pada era 1960-an, seorang putra asli Sultra bernama La Ode Manarfa sempat menimbulkan perdebatan di Kota Makassar saat ia mencalonkan diri sebagai wali kota Makassar.

“Kami orang-orang Sultra memandang polemik itu wajar, karena memang orang asli daerah sejatinya lebih layak memimpin daerah tersebut,” jelas Ruslan. “Bagi saya, perdebatan itu di mana pun masuk akal.”

Fakta bahwa Tina Nur Alam, putri asli Sultra, turut maju dalam pemilihan ini menjadi bukti kecintaan dan dedikasinya terhadap tanah kelahirannya. Sebagai ‘anak Sultra’, dengan Sultra sebagai ‘tanah tumpah darah’, kecintaan Tina akan Sultra dan warganya tak mungkin diragukan. Dalam posisi ini, Tina diharapkan dapat menjadi sosok yang memahami nilai-nilai lokal yang diwariskan pendiri daerah.

Nur Alam, yang pernah mendapat penghargaan Bintang Mahaputra Utama dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dianggap sebagai figur yang telah memberikan kontribusi besar bagi Sultra. Selama masa kepemimpinannya, Sultra mengalami kemajuan signifikan dalam bidang infrastruktur dan ekonomi yang membuat Nur Alam mendapat sebutan ‘Bapak Pembangunan Sultra’. Bagi Ruslan, jasa besar Nur Alam bagi Sultra seharusnya dihargai dan tidak dipersoalkan dengan isu yang mengada-ada.

Sultra Jangan Dirusak Ambisi Kekuasaan

Tidak hanya Ruslan, La Ode Ida — salah seorang calon wakil gubernur Sultra — juga mengkritik keras pelaporan Nur Alam ke Bawaslu. Dalam video yang diunggah melalui akun TikTok @laode_ida, La Ode Ida menilai bahwa tudingan terhadap Nur Alam adalah upaya yang tidak berdasar dan justru bisa merusak harmonisasi sosial di Sultra. Menurutnya, mereka yang terobsesi dengan kekuasaan perlu menghargai konvensi sosial dan nilai budaya yang telah lama ada di Sultra.

“Siapa yang kebelet ingin berkuasa, sadarlah diri. Anda mungkin tidak memahami rasa daerah ini, apalagi nilai-nilai yang diwariskan oleh pendiri Sultra. Itu sebabnya Pak Nur Alam menekankan agar Sultra dipimpin oleh putra daerah,” kata La Ode Ida. Ia menambahkan bahwa setiap daerah memiliki konvensi sosial yang harus dihormati, termasuk hak putra daerah untuk memimpin Sultra.

La Ode Ida menjelaskan bahwa isu pemimpin dari putra daerah bukanlah sesuatu yang baru di Sultra. Empat pilar utama, yaitu Tolaki, Moronene, Muna, dan Buton, merupakan elemen masyarakat yang berjuang untuk pemekaran Sultra dan memiliki keterikatan kuat dengan daerah ini. Oleh karena itu, ia mendukung penuh pernyataan Nur Alam yang ia anggap mencerminkan kebenaran tentang aspirasi dan cita-cita para pendiri Sultra.

Pernyataan La Ode Ida ini juga menyiratkan kekhawatirannya terhadap adanya pihak-pihak yang berusaha mendestabilisasi situasi politik Sultra menjelang Pemilu. “Saya mendukung 100 persen apa yang disampaikan Pak Nur Alam. Itu adalah kebenaran yang harus disuarakan, bukan upaya ujaran kebencian atau SARA. Jangan sampai ambisi kekuasaan merusak keseimbangan sosial kita,” katanya.

Exit mobile version