Site icon Jernih.co

Usai 11 Tahun ‘Musuhi’ Assad, Saudi Bakal Damai dengan Suriah

Jika terwujud, Saudi akan berdamai dengan Suriah setelah putus hubungan sejak 2012 silam. Saat itu, Saudi memprotes cara Assad membungkam protes yang mulai meluas di Suriah.

JERNIH – Arab Saudi dilaporkan bakal berdamai dengan Suriah setelah lebih dari satu dekade putus hubungan akibat kekejaman rezim Presiden Bashar al-Assad.

Seorang pejabat Kementerian Luar Negeri Saudi mengatakan kepada stasiun televisi Al-Ekhbariya bahwa kedua negara kini sedang membahas upaya perdamaian itu. “Pembicaraan sedang berlangsung antara pejabat-pejabat kerajaan [Saudi] dan rekan di Suriah mengenai pembukaan kembali layanan konsuler,” ucap pejabat itu, seperti dikutip AFP.

Jika terwujud, Saudi akan berdamai dengan Suriah setelah putus hubungan sejak 2012 silam. Saat itu, Saudi memprotes cara Assad membungkam protes yang mulai meluas di Suriah.

Satu dekade berlalu, Saudi kini mulai membuka diri. Meski demikian, belum ada kepastian tenggat waktu upaya perdamaian ini.

Gelagat perdamaian ini sebenarnya sudah terendus dalam beberapa waktu belakangan, salah satunya setelah gempa mengguncang Turki dan sebagian wilayah Suriah. AFP mencatat Saudi mengirimkan bantuan bukan hanya ke kawasan pemberontak Suriah, tapi juga daerah yang dikuasai pemerintah Assad.

Pengiriman bantuan itu memang tak melibatkan kontak langsung antara Saudi dan pemerintah Assad. Namun, langkah ini cukup menjadi perhatian.

Selain itu, Menteri Luar Negeri Saudi, Faisal bin Farhan pada Februari lalu juga mengatakan negara-negara Arab kini memiliki pandangan berbeda terkait konflik di Saudi.

Menurutnya, negara-negara Arab kini beranggapan negosiasi dengan pemerintah Suriah justru diperlukan untuk mengatasi krisis kemanusiaan akibat perang. “Ada konsensus di dunia Arab bahwa status quo sekarang ini tak berfungsi dan kami butuh pendekatan lain. Apa bentuk pendekatnnya, sekarang masih diformulasikan,” ucap Faisal.

Kabar ini sendiri mencuat setelah Saudi berdamai dengan Iran pada awal Maret lalu, setelah tujuh tahun putus hubungan.

Pengamat dari Eurasia Group, Ayham Kamel, menganggap pemimin de facto Saudi, Pangeran Mohammed bin Salman (MbS) memang sedang jor-joran membangun stabilitas di kawasan agar dia dapat fokus ke urusan dalam negeri.

“Agenda modernisasi ekonomi di dalam negerinya membutuhkan lingkunan yang stabil sehingga kesepakatan-kesepakatan ini bermunculan,” tutur Kamel.

Exit mobile version