Wanita Lebih Kebal Virus Korona Dibanding Pria
- Kelemahan penelitian ini adalah pasien yang terlibat sangat terbatas, yaitu 98 orang.
- Yang pasti, pasien Covid-19 pria dan wanita butuh pendekatan perawatan berbeda.
New Haven — Wanita lebih mungkin mengembangkan respons kekebalan lebih kuat terhadap virus korona dibanding pria. Demikian kesimpulan studi, yang menawarkan penjelasan mengapa pria terpapar virus korona menderita lebih parah.
Temuan, diterbitkan jurnal Nature, Rabu lalu, mencatat 60 persen korban tewas Covid-19 di seluruh dunia adalah wanita.
“Yang kami temukan adalah pria dan wanita mengembangkan berbagai jenis respons kekebalan terhadap Covid-19,” kata Akiko Iwasaki, penulis utama studi ini dan profesor di Universitas Yale, AS.
Peneliti mengumpulkan sampel hidung, air liur, dan darah, dari subyek yang tidak terinfeksi dan pasien yang dirawat di RS Yale, New Haven, AS. Peneliti menemukan wanita meningkatkan respons kekebalan lbih kuat, yang melibatkan limfosit T.
Limfosit T merupakan jenis sel darah putih yang dapat mengenali virus, dan menghilangkannya. Bahkan wanita lebih tua mengembangkan respons kekebalan serupa.
Pria lebih tua, demikian penelitian itu, memiliki aktivitas sel T lebih lemah. Semakin tua seorang pria, respons sel T kian lemah.
Pria juga menghasilkan lebih banyak sitokin, protein inflamasi yang membentuk bagian pertahanan kekebalan alami tubuh.
Namun, kasus Covid-19 yang parah dikaitkan dengan badai sitokin, yaitu ketika sistem kekebalan bekerja berlebihan, yang berbahaya dan berpotensi mematikan.
Pria yang menunjukan konsentrasi tinggi sejak ini lebih cenderung memiliki kasus penyakit parah. Wanita yang menunjukan tingkat sitokin signifikan tampak lebih buruk, demikian penemuan studi.
Penurut penulis penelitian, ini bisa berarti pria dan wanita membutuhkan perawatan berbeda. Pria, misalnya, harus meningkatkan respons sel T dengan vaksin. Wanita dapat diberikan pengobatan untuk meredam respons sitokin.
Sejak pandemi dimulai, sebagian besar negara melaporkan jumlah kematian lebih tinggi akibat virus korona bbaru di kalangan pria dan wanita.
Para ahli menawarkan sejumlah penjelasan yang mungkin terhadap kecenderungan ini.
“Satu teori mengatakan pria lebih cenderung mengambil bagian dalam kebiasaan tidak sehat, yang terkait dengan pengembangan penyakit kronis,” tulis Dr Sara Kayat, dalam sebuah artikel di Al Jazeera.
Kehadiran kromosom X ekstra, yang dimiliki wanita, serta hormon mungkin menjadi alasan lain.
Studi di Universitas Yale, yang telah ditinjau rekan peneliti lainnya, memiliki beberapa keterbatasan. Sampel yang diteliti masih terlalu kecil, yaitu 98 pasien. Usia rata-rata pasien adalah 60 tahun.
Eleanor Riley, profesor di Universitas Edinburgh, mengatakan perbedaan yang dicatat dalam penelitian itu kemungkinan disebabkan perbedan usia atau BMI — yang mengukur lemak tubuh. Perbedaan jenis kelamin menghilangkan faktor-faktor lain.
Menurutnya, perawatan akan lebih baik jika disesuaikan secara individual, dibanding berdasarkan jenis kelamin