NATUNA— Dua pekan menjalani karantina di Natuna, ratusan WNI dan staf Kedutaan Besar Indonesia di Republik Rakyat Cina dibebaskan untuk pulang ke kampung halaman masing-masing. Proses karantina yang dilakukan pemerintah RI untuk memastikan kondisi kesehatan para WNI itu mendapat pujian dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Segera setelah mendapatkan surat keterangan, 237 warga negara Indonesia dan satu orang Amerika pasangan warga Indonesia yang dievakuasi dari Wuhan dan kota-kota lain di Cina itu dibebaskan, Sabtu (15/2) lalu. Mereka telah menjalani 14 hari masa karantina di Natuna, Kepulauan Riau. Selain itu, 42 anggota tim evakuasi dan lima staf KBRI Beijing yang membantu operasional evakuasi, ikut dibebaskan pada hari yang sama. Seluruh 285 orang dari mereka dinyatakan sehat, setelah pengujian virus Corona menemukan hasil negatif.
Pada 2 Februari lalu, dalam kondisi berita simpang siur, pemerintah Indonesia berhasil mengevakuasi 243 orang dari Wuhan dan kota-kota lain di Cina. Mereka terdiri dari 237 warga negara Indonesia, seorang warga asing, dan lima staf kedutaan. Para pengungsi, tim evakuasi, dan semua staf pendukung diangkut ke Bandara Hang Nadim, Batam, untuk kemudian diangkut ke Pulau Natuna guna menjalani karantina.
Menurut Komandan Gabungan Wilayah Pertahanan I (Kogabwilhan I) Laksamana Madya Yudo Margono yang memimpin misi kemanusiaan tersebut, semua pengungsi serta tim evakuasi dan pejabat kedutaan yang terlibat dalam upaya tersebut telah dibebaskan. “Mereka sedang dalam perjalanan kembali ke kampung halaman,” kata Yudo.
Sementara itu Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Indonesia Muhadjir Effendy, saat berada di Natuna, Sabtu (15/2), untuk memberikan dukungan moral kepada mereka yang baru menjalani karantina mengatakan, Menteri Kesehatan Terawan menemani orang-orang yang terbang ke Jakarta. “ Sementara saya tinggal di sini untuk bertemu penduduk setempat,” kata Muhadjir.
Para pengungsi menaiki dua pesawat Boeing dan pesawat Hercules yang dioperasikan TNI Angkatan Udara dan diterbangkan ke Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma di Jakarta. Penerbangan pertama lepas landas dari Natuna pukul 1.20 dini hari, sementara penerbangan ketiga atau terakhir berangkat pukul 14 siang. Pada pukul 3.46 sore, semua penerbangan itu telah tiba di Jakarta.
Kepada para pengungsi, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo mengatakan, mereka masing-masing mendapatkan Rp 1 juta sebagai biaya perjalanan serta tiket pesawat ke kota asal mereka. Banyak pengungsi yang kepulangannya disambut oleh pejabat setempat, termasuk Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor yang terbang ke Jakarta untuk mengawal para pengungsi.
Menteri Kesehatan Terawan mengatakan para pengungsi juga mendapatkan surat yang menyatakan mereka negatif COVID-19. Badan-badan kesehatan di daerah asal mereka akan terus memantau para pengungsi setelah mereka kembali ke rumah.
“Pengawasan adalah tanggung jawab kami. Jika mereka sakit setelah kembali ke kampung halaman, kami dapat memeriksanya segera untuk melihat apakah mereka terinfeksi virus corona,” ujar Terawan.
Pemerintah Indonesia awalnya berencana untuk mengevakuasi 245 orang dari Hubei, tetapi empat orang memutuskan untuk tetap tinggal di Cina. Tiga orang lainnya mengalami sakit pada saat keberangkatan dan tidak mendapatkan izin dari pemerintah Cina untuk meninggalkan negara itu.
Menurut Terawan, pemerintah masih menunggu informasi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengenai keadaan darurat global sebelum membuat keputusan lebih lanjut mengenai warga Indonesia yang masih tinggal di Cina. Sebagian besar pengungsi adalah pelajar Indonesia yang menempuh studi di berbagai universitas di Provinsi Hubei.
“Pemerintah Cina tidak memerintahkan kami untuk tinggal di rumah. Karena kami takut terkontaminasi virus yang menyebar sangat cepat, kami memutuskan untuk meminimalisasi aktivitas di luar ruangan,” kata seorang mahasiswa Indonesia di Cina itu.
Menurut Channel News Asia, para pelajar tersebut menyatakan akan memantau situasi di Cina sebelum memutuskan akan kembali atau tidak. [CNA/BBC]