Tak ada yang bisa membayangkan betapa ngerinya nasib pelaku pemerkosaan di dalam penjara.
JERNIH- Pada umumnya, naluri seorang ibu, jika anaknya ada di bawah ancaman bahaya akan melakukan apapun demi keselamatan buah hatinya. Jangankan harta, nyawa pun sudah barang tentu direlakan agar si anak bisa selamat.
Sementara kepada pelaku, jika persoalannya dirasa berat dan kudu mendapat penanganan pihak berwajib hingga masuk ke meja hijau, sepertinya sulit sekali kata maaf diberikan termasuk pengampunan. Sudah pasti, si ibu menuntut dihukum seberat-beratnya sebab sudah melukai buah hatinya.
Namun, naluri seperti ini nampaknya tak dimiliki R seorang ibu asal Padang, Sumatera Barat. Meski jelas-jelas dua orang putrinya menjadi korban perkosaan yang dilakukan secara bergiliran, dia malah memaksa salah satu pelaku tak ditahan Polisi. Betul-betul aneh.
Kisah ini, mencuat ke permukaan dan membuat publik teramat geram pada 17 November 2021 lalu. Seorang lelaki tua berinisial DJ berusia 65 tahun, didapati tengah menggagahi NR (7 tahun) cucunya sendiri, oleh R (23 tahun) anak laki-laki DJ.
Aksi bejat itu, dilakukan di sebuah rumah bertingkat dua, di Padang Selatan, Sumatera Barat. Di sana, ada penghuni lain berinisial G (10 tahun), RA (11 tahun) serta ADA (16 tahun) yang merupakan kakak kandung NR dan NJ.
Mungkin, jika waras, R sebagai paman korban sudah pasti mengambil tindakan sekeras mungkin agar aksi itu tak dilakukan. Tapi bukannya demikian, dia malah melakukan pembiaran dan punya niat serupa. Hanya saja, ditunda dulu sambil menyiapkan rencana matang guna menjebak keponakannya.
Pada aksinya, R paman korban meminta NR membelikan rokok dengan mengiming-imingi upah sebesar Rp 10 ribu. Korban pun terbujuk dan memenuhi permintaan itu. Sepulang dari warung, pesanan dibawakan ke kamar sang paman. Namun naas, upah Rp 10 ribu tak didapat, malah perlakuan keji yang diterimanya.
NR juga diperkosa R. Aksi itu, kemudian tercium G(10 tahun), RA (11 tahun) dan ADA (16 tahun). Mereka semua, malah ambil bagian dalam pencabulan itu. Dan NJ pun, gadis kecil malang lain yang masih bagian dalam keluarga itu, tak luput dari sasaran.
Dua gadis kecil malang ini, dicabuli terus menerus secara bergiliran selama dua bulan. Dan seorang tetangga yang berteman dengan R paman korban pun, dipersilakan melakukannya juga.
NJ, tak sengaja menceritakan peristiwa keji itu ke seorang tetangga. Kemudian, kabar segera tersebar luas dan kedua gadis kecil itu dbawa menghadap Ketua RT lalu Ketua RW. Secara bersama-sama, mereka datang ke Mapolres Kota Padang guna melaporkan tindak pidana itu.
Laporan diterima dan visum segera dilakukan. Hasilnya, menguatkan dugaan bahwa telah terjadi tindak pidana perkosaan terhadap NR dan NJ. Sebab ada kerusakan pada alat vital kedua korban serta robeknya selaput dara. Bahkan ketika buang air kecil, disertai keluarnya darah dan ulat dari alat vital NR.
Di malam yang sama ketika warga mengadukan kasus tersebut, R sang ibu juga datang ke kantor Polisi, namun bukan untuk turut serta membuat laporan. Dia, malah menghalangi warga yang geram melaksanakan niatnya.
R menuduh kalau kedua anak gadisnya yang masih sangat jauh dari kata cukup umur, ngelantur bahkan berbohong. Dia beralasan, kalau dua anak perempuannya ini pernah jatuh dari lantai dua rumah yang mereka tinggali, makanya berlaku demikian. Warga pun bertambah geram dan tak mempedulikan R.
Warga menilai, aksi R tersebut lantaran dalam daftar tersangka terdapat nama DJ yang merupakan bapak kandungnya. Dia tak ingin, ayahnya itu dijebloskan ke dalam bui.
Desi, salah satu warga yang menginisiasi laporan ke Polisi mengatakan, kalau R tak tinggal bersama dua anak gadisnya itu. Dia, tinggal di tempat lain entah di mana dengan suami yang bukan ayah kandung NR dan NJ.
R jarang sekali menjenguk NR dan NJ. Dia, hanya sesekali saja datang dalam jeda waktu sangat lama. Setiap kali R berkunjung pun, terbilang sangat singkat. Makanya, warga menilai kalau NR dan NJ tak mendapat perhatian. Bahkan, selain diperkosa, sering juga dipukuli kakek, paman dan saudaranya yang lain.
Dijerat
Kasat Reskrim Polres Padang Kompol Rico Fernanda juga mengakui ada yang aneh terhadap R. Sebab berkali-kali surat pemanggilan guna meminta keterangannya sebagai saksi, tak pernah sekali pun dipenuhi R. Dia, malah beralasan tak harus hadir lantaran kapasitasnya bukan sebagai pelapor dan benar-benar ogah memberikan kesaksian.
Rico menilai, sikap R mengesankan agar kasus ini didiamkan saja dan tak perlu mendapat penindakan dari pihak Kepolisian. Akhirnya, pihak berwajib pun seirama dengan warga yang menduga sikap R itu, agar DJ tidak ditahan.
Namun, apa mau dikata. Meski NR dan NJ merupakan anak kandung R dan semua tersangka berstatus sebagai keluarganya, kecuali satu orang tetangga, hukum tak bisa diperlakukan seenak jidatnya. Polisi pun menjerat para pelaku dengan Pasal 82 ayat (1) dan ayat (2) Jo Pasal 76E UU RI Nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak dengan ancaman maksimal 15 tahun.
Kemudian, lantaran kedua korban masih di bawah umur, kasus itu pun mendapat penanganan unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA).
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) lantas turun tangan. Begitu juga lembaga lain serta politisi, bersama-sama mengutuk aksi keji itu. Bahkan Ibu Negara Iriana Widodo, meminta agar pengadilan menjatuhkan hukuman seberat-beratnya terhadap pelaku asusila terhadap anak.
Sambil melakukan pendampingan terhadap dua korban agar pulih dari trauma bersama Pemerintah Kota Padang, KPAI juga menuntut agar pelaku dewasa dihukum maksimal. Sedangkan pelaku di bawah umur, bisa ditangani dengan sistem peradilan anak. Sebab di sana, dua tersangka berusia 10 dan 11 tahun yang di mata Negara masih di bawah umur.
Kepada ADA yang berusia 16 tahun, Pengadilan Negeri Padang menjatuhkan hukuman 2 tahun 4 bulan terhadapnya. Dia, menjalani sidang perdananya pada Kamis 9 Desember dan yang kedua di hari Senin 13 Desember 2021 lalu, secara tertutup. Sementara DJ dan R paman korban, diadili secara terpisah.
Ketika proses peradilan tengah berjalan, Afriadi, Kepala Dinas Sosial Kota Padang memberikan kabar baik. Secara umum, kondisi psikis kedua korban yang awalnya sangat menyedihkan, disebutkan telah membaik. Namun, bukan berarti pihaknya menghentikan pendampingan begitu saja.
Afriadi mengatakan, pihaknya akan terus mendampingi kedua korban hingga tuntas. Bukan itu saja, Pemerintah Kota Padang memastikan, tak akan mengembalikan kedua bocah itu ke keluarganya.
Soalnya, perlakuan keji justru berasal dari keluarganya sendiri ditambah ibu kandungnya yang sejak awal menunjukkan ketidakpedulian dan terkesan lebih membela pelaku. Pemkot Padang pun akhirnya membuka kesempatan bagi siapa saja yang mau mengadopsi kedua gadis malang ini.
Darurat Predator Anak
Berdasar catatan penyidik Polres Padang, sepanjang Januari hingga November 2021, telah terjadi 85 kasus pencabulan terhadap anak. Angka ini, naik sangat tajam ketimbang tahun 2020 yang mencapai 48 kasus.
Sadar wilayahnya rawan kekerasan seksual terhadap anak, Gubernur Sumatera Barat, Mahyeldi, pada 24 November 2021 lalu, segera menerbitkan surat edaran nomor 463 tahun 2021 yang juga ditujukan kepada Bupati dan Walikota di kawasan tersebut. Hal ini, sesuai Undang-Undang nomor 35 tahun 2014, melengkapi Undang-Undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
Surat edaran itu, meminta seluruh jajarannya baik di kabupaten/ kota hingga tingkat desa segera merespon kekerasan terhadap anak dengan membentuk Komunitas Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat, serta Satuan Tugas Perlindungan Perempuan dan Anak.
Mahyeldi juga menginginkan pencegahan kekerasan terhadap anak dikategorikan sebagai kegiatan strategis daerah. Sementara koordinasi dengan pihak terkait di tingkat pusat, daerah maupun LSM diperkuat.
Keji Dibalas Brutal
Tuntutan LSM, Politisi, masyarakat, termasuk Ibu Negara Iriana Widodo agar pelaku kekerasan seksual terhadap anak seperti yang menimpa NR dan NJ di Padang, Sumatera Barat, agar dihukum seberat-beratnya, sepertinya diamini semua pihak bahkan narapidana sekalipun.
Menurut cerita Darmawan Sepriyosa, yang dimuat Jernih.co, aksi perkosaan menurut standar penghuni penjara, tergolong keji. Setidaknya, enam bulan pertama menghuni Lapas, hanya perlakuan buruklah yang bakal didapat napi macam ini.
Darmawan bilang, tak ada yang bisa membayangkan betapa ngerinya nasib pelaku pemerkosaan di dalam penjara. Minimal, dia dihajar beramai-ramai sesama napi. Atau paling brutal, ditemukan tewas tergantung di WC.
Contoh perlakuan brutal macam itu, Darmawan bilang, bisa dengan mudah ditemukan pada kliping media massa. Misalnya, kabar tewasnya napi kasus perkosaan Daeng Massenge alias Ambo Sengeng bin Duntu. Dia, tewas di Rumah Tahanan Berau, Kalimantan Rimur, pada 2013 lalu.
Daeng 56 tahun, tewas setelah dianiaya teman-teman sekamarnya sesama napi yang benci karena dia masuk penjara dua kali untuk kasus yang sama yakni, memperkosa anak kandungnya.
Dia tewas di blok masa pengenalan lingkungan yang artinya baru masuk kembali ke penjara. Kali itu, memperkosa anak perempuan lainnya, adik kandung korban sebelumnya. Mayatnya sempat dibawa ke kampung halaman. Namun baik keluarga maupun penduduk setempat, menolak jasad kaku itu dikuburkan di sana.
Perlakuan brutal dalam bentuk lain juga sering dialami napi pemerkosa. Mengutip penuturan Anton Medan, Darmawan mengisahkan, para napi memaksa tahanan macam ini untuk buang hajat. Sebagian diambil lalu dicampurkan ke makanan atau minuman, dan memaksa tahanan macam ini untuk menelannya.[Dari berbagai sumber]