Jernih.co

Islamis Indonesia Warnai Pergerakan ISIS di Mindanao dan Yaman  

Boy hanya memastikan bahwa Syamsul Hadi alias Abu Hatim Al Sundawy Al Indonesy, adalah pengikut “tokoh penting di Suriah” yang disebut Ibn Mas’ud.

JERNIH—Setelah lama tak terdengar di pemberitaan, sejumlah rekaman dan investigasi mutakhir menunjukkan keberadaan militan Islam Indonesia mewarnai eksistensi ISIS di Yaman dan Filipina selatan.

Senin (31/8) lalu Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Boy Rafli Amar mengatakan, munculnya kartu tanda penduduk Indonesia dalam video serangan Houthi terhadap kubu militan Islam di Yaman, menunjukkan militan Indonesia  yang selama ini berada di Suriah, kemungkinan besar telah bergerak pindah ke Yaman. Rekaman itu menunjukkan KTP dan uang kertas Indonesia, beredar luas di media sosial setelah diunggah di lama media social Twitter  oleh Faran Jeffery, wakil direktur lembaga Islamic Theology of Counter-Terrorism (ITCT) yang bermarkas di Inggris, Sabtu (29/8) lalu.

 “Video penemuan uang rupiah dan KTP Indonesia menunjukkan pejuang asing (FTF) Indonesia bergerak di zona perang,” kata Kepala BNPT Boy Rafli Amar dalam keterangan tertulis.

KTP atas nama Syamsul Hadi Anwar dari Mojokerto, Jawa Timur, itu ditemukan di kubu al-Qaeda atau ISIS di Provinsi al-Bayda, Yaman, menurut Jeffery yang membagikan video melalui akun Twitternya @Natsecjeff, sebagaimana ditulis BenarNews.

“Rekaman itu berasal dari akun media resmi Houthi di Telegram dan kemungkinan diambil dalam beberapa pekan terakhir,”ujar Jeffery, kepada BenarNews. Pemberontak Houthi adalah pemberontak Muslim Syiah dukungan Iran yang telah berperang melawan pemerintah di Yaman, yang didukung penuh Arab Saudi. Konflik Yaman telah berkecamuk sejak 2015, menciptakan kekacauan dan krisis kemanusiaan parah.

Yaman kemudian menjadi bulan-bulanan, manakala Amerika Serikat juga ikut melakukan serangan udara dengan target Al-Qaeda di Semenanjung Arab (AQAP), sebuah kelompok yang juga berafiliasi dengan ISIS, menurut Council on Foreign Relations dari AS.

Boy Rafli menyatakan, video itu mungkin merupakan rekaman serangan Houthi terhadap al-Qaeda dan ISIS pada pertengahan Agustus 2020 di wilayah Bayda. Rekaman itu menunjukkan para pejuang Houthi sedang memeriksa harta benda di kamp yang berhasil dikuasai, yang menunjukkan uang kertas rupiah pecahan 10.000, 5.000 dan 2.000, serta KTP Indonesia.

Coretan grafity di Filipina selatan, mengelu-elukan ISIS

“Kemunculan ISIS di wilayah tersebut tidak lepas dari perang saudara berlarut-larut di Yaman. Kekalahan ISIS di Suriah dan Irak telah menyebabkan sejumlah pejuang pindah,”kata Boy Rafli. Boy juga mengatakan, keamanan perbatasan yang lemah memungkinkan militant ISIS melakukan perjalanan dari Suriah ke Yaman.

BNPT belum memberikan penjelasan lebib lanjut tentang apa yang akan dilakukan untuk melacak, memverifikasi, atau memulangkan militan Indonesia di Yaman. Boy hanya memastikan bahwa Syamsul Hadi alias Abu Hatim Al Sundawy Al Indonesy, adalah pengikut “tokoh penting di Suriah” yang disebut Ibn Mas’ud.

Namun, seorang petugas Kabupaten di Mojokerto, Jawa Timur, mengatakan KTP Syamsul Hadi Anwar itu palsu karena alamat yang tertera di KTP adalah rumah yang sudah lama kosong. Nama serta nomor yang tercantum tidak ada di basis data kependudukan kabupaten. Kepala Dinas Kependudukan Catatan Sipil Kabupaten Mojokerto Bambang Wahyuadi, juga mengatakan kepada Detik.com yang mengontaknya bahwa KTP itu versi lama, tanpa chip elektronik.

Aparat berwenang di Indonesia mengestimasi ada sekitar 400 hingga 600 militan ISIS Indonesia dan tanggungan mereka berada di luar negeri. Aparat mendasarkan angka itu pada data yang dimiliki badan intelijen asing dan Komite Internasional Palang Merah (ICRC). Kebanyakan dari mereka diyakini mendekam di tiga kamp di Suriah dan dijaga sejumlah otoritas berbeda.

Pada Februari 2020, pemerintah Indonesia mengumumkan tidak akan memulangkan warganya yang telah bergabung dengan ISIS di luar negeri.

Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Indonesia pada Senin (31/8) lalu mengaku telah mendapatkan informasi adanya dua WNI yang tengah dicari pasukan keamanan di Filipina selatan karena diduga terlibat dalam pengeboman bunuh diri di pulau selatan Jolo. Pemboman itu termasuk satu serangan yang menewaskan 15 orang dan melukai puluhan lainnya, pekan lalu.

Pada Sabtu (29/8) lalu, pasukan keamanan Filipina melancarkan operasi besar untuk memburu warga Indonesia Andi Baso dan Reski Fantasya alias Cici, yang kemungkinan melarikan diri dari Jolo ke Zamboanga City, setelah serangan bunuh diri oleh dua wanita yang bergabung dalam kelompok pro-ISIS, Abu Sayyaf, pekan lalu. Mereka diduga melarikan diri bersama Mundi Sawadjaan, keponakan komandan Abu Sayyaf Hatib Hajan Sawadjaan, yang mengepalai cabang ISIS di Filipina.

“Kedutaan Besar Indonesia di Manila telah diberitahu tentang perkembangan tersebut,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah, kepada BenarNews.

Namun, Senin (31/8) lalu komandan Komando Mindanao Barat militer Filipina yang berbasis di Zamboanga, Mayjen Corleto Vinluan Jr. mengatakan, Sawadjaan yang lebih muda dan kedua orang Indonesia itu masih berada di Pulau Jolo, bagian dari Provinsi Sulu. Bagian selatan pulau itu memiliki perbatasan yang panjang, tidak dijaga, dan seringkali bergejolak, yang memungkinkan para militan berpindah dari satu lokasi ke lokasi lain tanpa terdeteksi.

Di Jakarta, Juru Bicara Polri Awi Setiyono mengatakan, Andi adalah buron di Indonesia atas dugaan keterlibatan dalam serangan bom di Gereja Oikumene di Samarinda, Kalimantan Timur, pada 2016. “Kami masih melakukan pengejaran dan berkoordinasi dengan polisi Filipina, bertukar informasi tentang buronan itu,”ujar  Awi kepada BenarNews. Andi adalah bagian dari jaringan militan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang berafiliasi dengan ISIS di Makassar, Sulawesi Selatan, kata Awi.

Sementara itu, Reski alias Cici merupakan putri dari Rullie Rian Zeke dan Ulfah Handayani Saleh, yang diduga melakukan aksi bom bunuh diri di Katedral Our Lady of Mount Carmel di Jolo, 27 Januari 2019.

Reski dan orang tuanya meninggalkan Indonesia untuk bergabung dengan ISIS di Timur Tengah, tetapi ditangkap oleh otoritas Turki pada Januari 2017 dan dideportasi ke Indonesia enam bulan kemudian.

“Setelah kembali ke Indonesia, beberapa dari mereka secara ilegal masuk ke Filipina selatan dan melakukan aksi teror seperti bom bunuh diri di Katedral Jolo,” ujar Awi kepada BenarNews.

Direktur Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC), Sidney Jones, mengatakan bahwa Andi melarikan diri ke Sabah, Malaysia, melalui Nunukan, Kalimantan Utara, setelah serangan bom di Samarinda. “Dia mendapat pekerjaan di Sabah sebagai pekerja di perkebunan kelapa sawit, tapi pekerjaan ilegal,” kata Jones kepada BenarNews.

Selama di Sabah, Andi membentuk sel militan baru dan berhasil meradikalisasi beberapa pekerja migran lainnya. Dia juga bertemu Rullie dan keluarganya. Andi membantu Rullie melakukan perjalanan ke Mindanao pada Mei 2018, kemudian mengantar istri dan putri Rullie ke Filipina pada Oktober.

Menurut pemberitahuan buronan yang dikeluarkan pasukan keamanan Filipina pada akhir pekan, Andi dan Reski telah menikah dan keduanya tercatat sebagai ahli bom.

IPAC memastikan, Andi tinggal di Mindanao mulai Januari 2019 dan aktif dengan grup-grup ISIS di sana. “Andi tidak memiliki grup tetap di Filipina. Dia terus bergerak, setelah bergabung dengan Daulah Islamiyah Baqiyah dan kemudian kelompok Sawadjaan,”kata Jones. [BenarNews]

Exit mobile version