Di depan dinding tembok sebuah rumah tampak lima buah batu diletakan berjajar. Bagi orang awam, lima batu tersebut terkesan hanya sebagai hiasan di depan rumah saja. Padahal lima batu tersebut adalah artefak peninggalan kerajaan Pajajaran.
Lima batu tersebut adalah arca domas yang tersisa, dan selama ini jarang terungkap keberadaanya di muka publik. Arca-arca tersebut asalnya dari kabuyutan Arca Domas yang kini telah menjadi komplek pemakaman tentara Nazi Jerman.
Bahkan nama Situs Makam Jerman tersebut sering diembel-embeli arca domas dibelakangnya, hal itu untuk menunjukan bahwa komplek tersebut asalnya adalah tempat diletakannya arca-arca domas yang disakralkan pada masa sunda klasik.
Eko, seorang pegiat sejarah dari Bogor Historia mengabarkan kepada Jernih tentang keberadaan arca domas tersebut melalui dua foto yang dikirimkan melalui whatsapp. Ia menyebutkan bahwa menurut juru pelihara (jupel) yang ia temui menyebutkan bahwa arca-arca tersebut berasal dari kompleks Situs Makam Jerman di Megamendung.
“ Awalnya ada 99 arca sekarang tinggal enam. Satu arca lagi disimpan di jupel makam Jerman.” tuturnya. Dia menyebutkan bahwa Situs Makam Jerman, dulunya disebut juga Arca Domas Gadog karena dulu ada pohon Gadog. Namun Kadang disebut Juga Arca Domas Pasir Muncang karena berada di bukit bernama Pasir Muncang.
Untuk merawat peninggalan sejarah di Pasir Muncang, pemerintah mengangkat dua orang jupel yang masing-masing bertugas merawat dua objek berbeda namun memiliki konteks yang sama. Yaitu jupel untuk Situs Makam Jerman Arca Domas dan Jupel untuk lima arca domas yang sudah diamankan di rumahnya sang jupel.
Menurut Eko, arca-arca tersebut sebagai benda peninggalan sejarah yang dilindungi undang-undang purbakala terpaksa dipindahkan tahun 2010 sebagai upaya pengamanan karena masyarakat sempat menganggapnya benda yang membuat musrik.
“Bahkan karena ketidak tahuan masyarakat akan nilai sejarah, beberapa arca dijadikan pondasi rumah” papar Eko . Bentuk arca domas itu menurut Eko memiliki kesamaan dengan arca-arca di situs Arca Purwakalih yang berada di pinggir jalan Lawanggintung .
“Saya juga sempat melihat dua buah batu menhir berukuran sekitar 30 cm berbentuk balok. Oleh warga disimpan di sebuah sekolah. Warga taunya batu gamelan” imbuh Eko yang bersama rekan-rekannya di Bogor Historia aktif melakukan kegiatan pelestarian situs-situs sejarah di Bogor.
“Dulu di komplek pemakaman Jerman terdapat gundukan batu dengan diameter sekitar satu meter dan tinggi 50 centimeter. Kemungkinan besar arca-arca dan lingga alam itu aslinya dari sana. Namun kini sudah tidak ada” imbuhnya.
Lahan tanah seluas 900 hektar di kawasan Arca Domas Gadog sejak tahun 1926 sudah dibeli oleh dua orang saudara berdarah Jerman bernama Emil dan Theodor Helfferich untuk dijadikan perkebunan teh.
Menurut Eko, alasan tentara jermam yang meninggal dimakamkan di situs Arca Domas Gadog mungkin karena lokasi itu memiliki nilai sakral karena keberadaan situs pemujaan masa klasik di yang sudah ada di area tersebut.
Hal itulah yang kemudian dijadikan penamaan situs Makam Jerman dibubuhi dengan kata Arca Domas. Walau di kompleks makam Jerman tersebut terdapat tiga arca lainnya, yaitu arca Buddha, Ganesha dan arca bercorak Bali. Namun tiga arca tidak memiliki kaitan dengan Arca Domas. Tiga arca tersebut ditambahkan seiring renovasi makam, dan diantaranya buatan seniman Bali.
Situs Makam Jerman tempat dimakamkannyasepuluh orang serdadu Nazi Jerman, yaitu Letnan Friedrich Steinfeld, Eduard Onnen (seorang ahli kayu), Letnan Satu Laut Willi Schlummer, Letnan Insinyur Wilhelm Jens, Letnan Laut W. Martens, Kopral Satu Willi Petschow, Kapten Herman Tangermann, Dr.Ing.H.Haake, yang ke sembilan dan kesepuluh tidak diketahui namanya
Arca Domas, tipe arca Polinesia
Jejak artifisial dari lima arca domas tersebut terlihat jelas. Walau tampak dipahat sederhana namun menampilkan figur manusia yang juga terlihat basajan (sederhana). Bagian tangan dipahat berupa goresan yang dangkal dan menyatu dengan tubuh.
Demikian pula di bagian kepala, unsur indrawi di bagian wajah seperti mata telinga hidung dan mulut ditampilkan dalam dimensi minimalis. Arca-arca domas tersebut tidak menampilkan ciri arca Hindu Buddha yang biasanya raya dengan atribut dan memiliki pakem tertentu untuk mengenali dewa perwujudannya.
Rumbi Mulia dalam Beberapa Catatan Tentang Arca-arca Yang Disebut Arca Tipe Polinesia (1977) menyebutkan bahwa dalam penelitiannya di Bogor dan Priangan, J.F.G. Brumund dan N.J. Krom menemukan arca-arca yang kemudian disebut arca tipe Pajajaran
Selanjutnya Brumund menyebutkan bahwa arca Pajajaran memiliki ciri Hindu Buddha dan bila tidak memiliki ciri tersebut maka tidak diberikan istilah tersendiri. Sedangkan Krom menyatakan bahwa arca-arca yang tidak memiliki ciri arca Hindu Budda disebut arca Polinesia yang berfungsi sebagai arca pemujaan leluhur.
Menurut Krom, seperti dikutip oleh Rumbi Mulia, arca polinesia dibagi tiga kelompok yaitu : 1. arca yang berasal dari masa sebelum zaman klasik, 2. Arca yang dilanjutkan sesudah mulai pengaruh Hindu-Buddha dan tetap berfungsi; terdapat di daerah terpencil, 3. Arca yang sudah terpengaruh oleh kebudayaan Hindu-Buddha tetapi disesuaikan dengan konsepsi baru.
Dari literatur arkeologi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Arca Domas di Megamendung dapat dikatagorikan sebagai arca polinesia. Dan hal ini semakin menguatkan bahwa komplek makam Jerman asalnya adalah komplek pemujaan kepada unsur hyang dan leluhur yang berkembang pada masa Pajajaran.
Pemujaan kepada unsur Hyang merupakan ciri utama agama lokal yang disebut Jati sunda .Seperti tertulis dalam Naskah Sanghyang Siksa kandang Karesian bahwa Hyang sebagai sosok adikodrati kedudukannya lebih tinggi para dewa Hindu maupun Buddha (dewa bakti di Hyang).
Menurut Eko, masyarakat Sunda Kuna lebih memperhatikan fungsi utama dan tidak peduli dengan detail pada bangunan keagamaannya. “Tidak sedikit di tatar Sunda bangunan sederhana dijadikan tempat peribadatan. Dan hal itu menjadi ciri peralatan ritus masyarakat Sunda Kuna” paparnya.
Menelusuri lukisan kuno
Di Jawa Barat terdapat tiga situs yang bernama arca domas, yaitu arca domas di kampung Kanekes yang sampai saat ini tetap disakralkan oleh warga Kanekes, situs Arca Domas di Buitenzorg (Bogor) dan Arca Domas Cibalay di kaki Gunung Salak.
Menurut Eko, pemakaman Jerman disebut Arca Domas Pasir Muncang atau Arca Domas Gadog. Eko kemudian menunjukan sebuah foto lukisan yang dibuat pertengahan abad 19 M, yang diduga kuat sebagai gambaran kabuyutan Arca Domas Pasir Muncang.
Lukisan tersebut dibuat oleh Adrianus Johannes Bik tahun 1852 dan di terbitkan oleh Carl Wilhelm Mieling. Bik lahir pada 13 Januari 1790. Dia adalah putra pedagang di Amsterdam bernama Jan Bik. Bik menerima pelatihan di bidang seni dan diangkat menjadi juru gambar Profesor Caspar Georg Karl Reinwardt.
Ada tiga gambar karya Bik, yaitu satu sketsa yang belum selesai dan dua lukisan berwarna. Tiga gambar itu memperlihatkan latar belakang objek yang sama yaitu gambar tempat pemujaan kuno dari periode klasik.
Pemujaan tersebut berupa punden yang struturnya dari bebatuan. Di puncaknya terdapat dua arca utama dan satu arca pendamping. Di bagian kaki punden terdapat beberapa arca lainnya yang ditempatkan melingkar bersama beberapa batu tegak.
Di dua lukisan yang telah diwarnai itu suasana di sekeliling tempat sakral itu cukup tergambarkan yaitu berupa kawasan lereng hutant. Di belakang punden tampak pohon dengan helaian daun yang panjang. Mirip pohon paku atau daun kadaka. Selain itu masing-masing lukisan menampilakn dua adegan berbeda dari kelompok orang yang sama.
Dilihat dari pakaiannya kelompok tersebut menunjukan adanya strata sosial berbeda, yaitu sorang pemuka agama yang diperlihatkan dari jubah putih dilapis baju berwarma coklat dengan ikat kepala seperti sorban, sepasang pria wanita bangsawan, para penjaga dan pembantu. Mereka semua menghadapi parukuyan yang tampak mengebulkan asap.
Judul dari karya lukisan itu Artja Domas, Buitenzorg. Walau arca-arca tidak digambarkan detail namun dua karya kuno tersebut memberi gambaran mengenai keadaan situs Arca Domas di tahun 1852.
Catatan Belanda
Berdasarkan data lama, Situs Makam Jerman Arca Domas yang kini berada di di Desa Sukaresmi, dulunya merupakan Perkebunan Teh Gunung Mas yang makmur. Kawasan itu masuk ke Afdeling Cikopo.
Nama Cikopo menjadi kata kunci untuk menelusuri arca domas di Pemakaman Jerman. Ternyata Cikopo tertulis dalam laporan Belanda, yaitu dalam Rapporten van den Oudheidkundigen Dienst in Nederlandsch – Indie (ROD) yang berisi catatan inventarisir benda-benda bersejarah tahun 1914.
Di ROD keterangan tentang Artja Domas dan Cikopo berbunyi : Op het land jTikopo een aantal grove steenen beeldjes van polynesisch type benevens andere ruwe steenen ( terjemahan bebasnya :Di tanah Tikopo sejumlah patung-patung batu kasar jenis polinesia serta batu-batu kasar lainnya)
Demikian pula Sir Thomas Stamford Raffles telah menuliskan arca domas dalam The History of Java vol.II . Raffles menulisnya Recha Domas. Termasuk Junghun dalam Ruinen van Java. Majalah Prancis L’Illustration, Journal Universe menurunkan judul Ruines et type de Java, dalam sebuah kalimatnya menuliskan :
Artja Domas (es huit cents statue). Les natifs assurent que l’esprit de ce vaillant prince erre encore en ces lieux, mais qu’il n’est visible que pour les fideles seulement. Terjemahan bebasnya : Arca Domas (delapan ratus patung) penduduk asli memastikan bahwa roh pangeran yang gagah berani ini masih berkeliaran di tempat-tempat ini, tetapi itu hanya dapat dilihat oleh orang beriman saja.
Keterangan itu menggambarkan bahwa arca domas dan bangunan suci yang dapat disebut kabuyutan itu begitu disakralkan oleh masyarakat saat itu. Untuk menghormati para leluhur mereka membakar dupa dan menjaga sikapnya selama di kabuyutan Arca Domas.
Dan yang tak kalah populer dalam kesejarahan sunda adalah foto-foto kuno karya Isidore van Kinsbergen yang memotret Arca Domas di Buitenzorg. Dari foto van Kinsbergen diketahui adanya berbagai arca tipe polinesia yang ditemukan di kawasan Buitenzorg.
Bila semua keterangan-keterangan diatas disimpulkan maka lima buah arca yang tersimpan di Desa Sukaresmi, Megamendung Bogor merupakan arca Domas yang dimaksud dalam catatan ROD. Demikian pula dengan kondisi situs Arca Domas sebelum menjadi pemakaman Nazi Jerman tergambar dalam lukisan karya Adrianus Johannes Bik . [Pandu Radea]