Dum Sumus

Berharap Bos Baru Garuda Tak Gila Harley dan Brompton

Jakarta – Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, menetapkan bekas Direktur Utama (Dirut) PT Inti, Irfan Setiaputra sebagai direktur utama BUMN penerbangan itu.

Pada RUPSLB yang berlangsung Rabu (22/1/2020) selain menunjuk Irfan Setiaputra sebagai Direktur Utama, juga Dony Oskaria (Wakil Direktur Utama), Ade R. Susardi (Direktur Layanan, Pengembangan Usaha dan Teknologi Informasi), M. Rizal Pahlevi (Direktur Niaga dan Kargo), Fuad Rizal (Direktur Keuangan & Manajemen Risiko), Aryaperwira Adileksana (Direktur Human Capital), Tumpal Manumpak Hutapea (Direktur Operasi) dan Rahmat Hanafi (Direktur Teknik).

Sementara susunan Komisaris yang baru adalah Triawan Munaf (Komisaris Utama), Chairul Tanjung (Wakil Komisaris Utama), Elisa Lumbantoruan (Komisaris Independen), Yenny Wahid (Komisaris Independen) dan Peter F Gontha (Komisaris).

Harapan baru berada di pundak para pimpinan perusahaan penerbangan terbesar di Indonesia ini. Namun tugas baru ini cukup berat mengingat warisan masalah yang berasal dari manajemen sebelumnya.

Garuda Indonesia sebelumnya kehilangan direksinya setelah Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir memberhentikan Dirutnya I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra atau Ari Askhara karena kasus penyelundupan Harley Davidson dan sepeda Brompton pada Desember 2019

Banyak PR yang harus dikerjakan para direksi dan komisaris baru ini. Kasus terakhir yakni penyelundupan Harley dan sepeda lipat berharga puluhan juta ini adalah satu satu yang harus dibereskan. Kasus ini mencerminkan rendahnya komitmen dari para petinggi perusahaan penerbangan terbesar di Indonesia ini terhadap pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

Tugas baru dan pertama kali yang harus dibenahi adalah kembali kepada komitmen seluruh pejabat dan karyawan maskapai untuk bekerja professional. Tak boleh ada lagi kasus-kasus serupa, termasuk permainan tiket, tender-tender proyek, penunjukkan jajaran manajemen yang suka-suka hingga profesionalisme masing-masing personal di tubuh perusahaan.

Ada juga kasus rangkap jabatan di tubuh Garuda. Seperti rangkap jabatan dengan perusahaan penerbangan lain, juga dengan anak-anak usaha bahkan banyak anak perusahaannya yang namanya aneh-aneh. Salah satu temuan dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah dugaan pelanggaran rangkap jabatan direksi Garuda Indonesia di susunan komisaris Sriwijaya Air.

Pejabat baru Garuda juga punya tugas untuk meningkatkan peringkatnya dalam dunia penerbangan. World Airline Awards dari Skytrax menempatkan kru kabin Garuda Indonesia pada posisi kedua dalam kategori World’s Best Cabin Crew, turun satu peringkat dari tahun sebelumnya. Selain itu, Garuda Indonesia juga turun peringkat pada kategori World’s Best Economy Class Airlines di posisi 11 setelah pada tahun lalu berada pada posisi 7.

PR lainnya adalah dugaan duopoli Garuda Indonesia dengan Lion Air. Awal 2019, KPPU melakukan pemeriksaan atas 2 maskapai penerbangan terkait indikasi praktik kartel atau duopoli kenaikan tarif tiket pesawat dan biaya kargo. Mereka adalah Garuda Indonesia Group, yakni Garuda Indonesia, Citilink Indonesia dan Sriwijaya Air serta Lion Air Group (Lion Air, Batik Air dan Wings Air). Setelah melakukan serangkaian penyelidikan sejak Februari, pada 5 Juli 2019 KPPU memutuskan untuk menaikkan penyelidikan kasus kartel tiket pesawat ke tingkat pemberkasan.

Soal kebijakan tiket, pernah ada laporan pada Maret 2019 lalu, dari para pengusaha travel haji dan umrah Kalimantan Selatan atas dugaan praktik monopoli tiket maskapai Garuda kepada  KPPU. Ini menjadi tugas para direksi dan komisaris baru tentunya.

Persoalan keuangan juga menjadi pekerjaan berat Garuda ke depan. Pada RUPSLB Garuda Indonesia 24 April 2019 lalu laporan keuangan Garuda dipersoalkan. Garuda Indonesia mencatat laba bersih sebesar US$809.850 sepanjang 2018. Angka ini setara Rp11,33 miliar. Capaian kinerja Garuda Indonesia ini melonjak dibanding 2017 yang merugi US$216,5 juta.

Dalam RUPSLB Garuda tersebut, komisaris maskapai ini Chairal Tanjung dan Dony Oskaria menolak laporan keuangan Garuda tersebut. Komisaris Garuda keberatan dengan pengakuan pendapatan Garuda Indonesia atas transaksi Perjanjian Kerja Sama Penyediaan Layanan Konektivitas Dalam Penerbangan, antara PT Mahata Aero Teknologi dengan PT Citilink Indonesia, anak usaha Garuda.

Manajemen Garuda Indonesia yang dipimpin Ari Askhara saat itu sudah mengakui pendapatan dari Mahata sebesar US$239,94 juta. Bursa Efek Indonesia (BEI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), hingga Kementerian Keuangan (Kemenkeu) turun tangan dalam laporan keuangan Garuda ini. Kemenkeu kemudian menjatuhkan sanksi kepada Akuntan Publik (AP) Kasner Sirumapea dan Kantor Akuntan Publik (KAP) Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan, sebagai auditor laporan keuangan Garuda Indonesia tahun 2018.

Garuda juga kena sanksi OJK dengan denda Rp100 juta bagi para direksi yang menandatangani laporan keuangan itu. Garuda Indonesia juga diminta untuk menyajikan lagi (restatement) laporan keuangan tahun buku 2018. Garuda juga kena sanksi BEI berupa Peringatan Tertulis III dan denda sebesar Rp250 juta.

Kini publik menanti kiprah para bos baru Garuda. Semua berharap tak ada lagi muncul kasus serupa dan sang burung besi Garuda pun bisa kembali berjaya mengitari berbagai belahan dunia dengan sehat dan kuat. [Zin]

Back to top button