Jakarta – Merebaknya virus Corona di seluruh dunia membuat sektor pariwisata limbung. Kerugiannya mencapai US$1,5 miliar sejak Januari 2020. Bisnis perhotelan dan restoran yang paling terkena dampaknya.
“Dasar perhitungan kami, turis dari China tahun lalu 2 juta orang, spending per kedatangan sekitar US$1.100. Jika kami ambil separuhnya saja karena peak season China adalah Januari-Februari ketika Chinese New Year. Mulai dari awal Februari itu tidak ada pesawat asal China ke sini. Asumsinya pendapatan dari wisatawan China hilang separuhnya,” ujar Ketua Perhimpunan Hotel & Restoran Indonesia Hariyadi Sukamdani, Kamis (12/3/2020).
Hariyadi mengakui virus corona (Covid-19) cukup menghantam industri perhotelan dalam negeri. Terlihat dari tingkat okupansi di beberapa daerah sangat rendah. Dampaknya, beberapa hotel melakukan penawaran cuti hingga merumahkan pekerja hariannya.
Dia mencontohkan Jakarta tingkat okupansi perhotelan rata-rata hanya mencapai 30 persen. Menurutnya, jika okupansi hotel sudah mencapai 30 persen maka pengelola hotel harus menekan biaya operasionalnya termasuk ongkos untuk membayar kerja para pekerja hotel.
Hariyadi melanjutkan, di industri perhotelan terdapat tiga kategori pekerja yakni pekerja harian, kontrak dan tetap. Menurutnya, dengan adanya wabah corona, membuat perhotelan mulai melakukan penghentian penggunaan pekerja harian. Sedangkan untuk pekerja kontrak dan tetap diberikan waktu kerja secara bergiliran.
“Sekarang yang terjadi, daily worker tidak dipakai. Sementara itu, karyawan kontrak dan permanen, itu sudah mulai terjadi mereka itu masuknya dibuat sistem giliran. Karena perusahaan jaga cash flow. Sekarang perusahaan perhotelan coba jaga pengeluaran untuk pekerja di angka 50 persen dari periode biasa,” kata Hariyadi.
Dia mengaku meski pemerintah telah menerbitkan stimulus pertama untuk industri pariwisata, salah satunya skema insentif berupa penanggungan pajak hotel oleh pemerintah dampaknya sampai saat ini masih belum dirasakan oleh pengusaha hotel.
Semula PHRI menargetkan adanya pertumbuhan okupansi sebesar 10 hingga 12 persen pada 2020. Namun, dikarenakan adanya wabah virus corona, maka target pertumbuhuan okupansi tersebut dikoreksi menjadi hanya sebesar 5 persen.