Pelaku penipuan online lebih mudah melancarkan aksinya pada orang yang mempunyai kebiasaan tertentu yakni mereka yang punya kebiasaan memamerkan aktivitas dimedia sosial.
JERNIH-Ketua Tim Insiden Siber Sektor Keuangan, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Sandromedo Christa Nugroho menyebut jika pelaku penipuan online lebih mudah melancarkan aksinya pada orang yang mempunyai kebiasaan tertentu yakni mereka yang punya kebiasaan memamerkan aktivitas dimedia sosial.
“Sekarang Gen Z suka banget update [media sosial]. Lagi makan update, lagi di mana update. Kebiasaan tersebut memancing serangan untuk bisa mem-profiling seseorang dengan mudah,” kata Sandromedo Christa Nugroho, dalam acara Peluncuran Gerakan Tanpa Tipu-Tipu, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Para penjahat siber mengincar data pribadi sensitif yang bisa membobol rekening korban hingga ludes terutama para kelompok rentan tersebut.
Pelaku, kata Sandromedo, setelah melihat nama calon korban akan mencari data calon korban melalui media sosial yang dimiliki calon korban, misalnya ke Facebook dan dari sana bisa diketahui data keluarganya.
“Contohnya ketemu akun yang pertama saya lihat dari namanya dulu. Itu bisa profiling media sosialnya, kerjaannya. Dari Facebook bisa ke family, keluarganya siapa, ayahnya siapa, sampai bisa dapat alamatnya. Biasanya akan melakukan attack, dari penipuan online,”.
Selanjutnya pelaku melakukan profiling korban sedemikian rupa, pelaku menggunakan data tersebut untuk melakukan penipuan. Jadi serangan yang dilakukan akan berhasil dan tidak menjadi useless.
Dari laporan diketahui juga jika serangan siber terus mengalami peningkatan jumlahnya dari tahun ketahun. Untuk 2020 ke 2021 kenaikannya mencapai 230%.
“Ini menandakan sebenarnya kita sedang masuk ke transformasi digital. Tapi tidak dilengkapi dengan literasi digital yang baik,” katanya menambahkan.
Sementara VP Public Relations Blibli, Yolanda Nainggolan mempunyai pandangan yang sama jika kebanyakan serangan berasal dari kesalahan individu itu sendiri. Sebagaimana dilansir laporan World Economic Forum 2022.
“Menunjukkan bahwa 95% masalah keamanan siber ada dari sisi orang,” (tvl)