Site icon Jernih.co

Komentar Boyband BTS di Tengah Over-Patriotisme yang Menjadi Waham di Cina

Beberapa media Korea mengkritik netizen Cina karena bereaksi berlebihan dan menjadi over-patriotis

JERNIH– Kontroversi atas komentar raksasa K-pop BTS tentang Perang Korea (1950-53), di Cina belum juga mereda. Menurut para ahli, hal itu menunjukkan beberapa petunjuk penting tentang iklim politik di negara itu.

Pada 7 Oktober lalu, frontman band tersebut,  RM,  membuat “komentar kontro-versial”, setelah menerima penghargaan dari organisasi nirlaba yang berbasis di AS, The Korea Society, atas kontribusi BTS pada hubungan Seoul-Washington. Selama pidato penerimaannya, RM merujuk pada Perang Korea, di mana AS membantu Korea Selatan melawan invasi Korea Utara.

“Kami akan selalu mengingat sejarah penderitaan yang dialami oleh kedua negara kami,  dan pengorbanan banyak pria dan wanita,”katanya dalam bahasa Inggris, selama prosesi virtual acara tersebut.

Namun hal tersebut membuat beberapa orang Cina berkeras bahwa septet itu “mempermalukan” negara mereka–yang merupakan sekutu Korea Utara selama perang–dengan tidak menyebut nama negara itu sebagai pengakuan atas pengorbanan tentara Cina. Di sisi lain, banyak orang Korea yang keberatan dengan ini, dan mengatakan: “BTS adalah band Korea Selatan–apakah harus menyebutkan Cina yang membantu Korea Utara?”

Lim Dae-geun, seorang profesor Kajian Sinema Cina di Hankuk University of Foreign Studies (HUFS), mengatakan bahwa masalah sejarah yang belum terselesaikan telah menciptakan konflik budaya. “Ketika dua negara menjalin hubungan diplomatik setelah perang, biasanya penjajah meminta maaf terlebih dahulu,” katanya. “Tetapi dalam kasus Korea Selatan dan Cina, tidak ada permintaan maaf atau penyelesaian lain karena Korea Utara berada di antara mereka. Karena itu orang Korea Selatan dan Cina memiliki perspektif yang berbeda terhadap perang. Bagi Cina Perang Korea adalah perang melawan agresi AS dan mereka membantu Korea Utara.”

Patriotisme sebagai alat politik

Ini bukan pertama kalinya seorang selebritas Korea diserang netizen Cina atas ucapan mereka. Pada Agustus lalu, penyanyi Korea Lee Hyo-ri diserang setelah memakai nama “Mao” sebagai nama panggungnya di reality show MBC “Hangout with Yoo.” Hal itu menyinggung beberapa pengguna online Cina, yang mengklaim Lee “meremehkan” pe-mimpin revolusioner komunis mereka, Mao Zedong (1893-1976).

“Cina sedang mengalami sengketa perdagangan dengan AS dan negara itu belum menyelesaikan masalah COVID-19,” kata Lim. “Untuk menangkis tuduhan dari rakyatnya dan melarikan diri dari tanggung jawab, Partai Komunis Cina (PKC) menggunakan patriotisme sebagai alat untuk mengalihkan perhatian orang. PKC membakar emosi mereka. Jadi hari ini, orang Cina sangat sensitif tentang insiden terkait untuk patriotisme.”

Menyusul perselisihan tersebut, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Cina Zhao Lijian, Senin pekan lalu mengatakan, “Saya ingin mengatakan bahwa kita semua harus belajar dari sejarah dan menantikan masa depan, dan memegang erat perdamaian dan persahabatan yang kuat.”

Lim Jin-hee, seorang profesor riset di Institut Hubungan Cina-Korea di Universitas Wonkwang, mengatakan bahwa Cina tampaknya ingin menutupi masalah tersebut untuk alasan diplomatik. “Cina menghadapi tantangan diplomatik hari ini,” katanya. “Telah terjadi perselisihan dengan sejumlah negara karena pandemi COVID-19 dan masalah ekonomi lainnya. Oleh karena itu, negara tersebut telah mengupayakan hubungan yang bersahabat dengan Korea, yang sebagian besar netral—dan mereka tidak ingin kehilangan satu teman lagi karena kejadian seperti ini.”

Namun, media milik pemerintah Cina “Huanqiu Shibao”, atau “The Global Times” – yang menghapus artikel online mereka pada 12 Oktober tentang pengguna internet Cina yang marah pada BTS– memposting artikel baru pada 14 Oktober yang menyoroti reaksi negatif warga Korea terhadap rakyatnya.  Mereka menulis,” Beberapa media Korea mengkritik netizen Cina karena bereaksi berlebihan dan menjadi over- patriotis.”

Tetapi profesor tersebut mengatakan bahwa artikel tersebut jauh dari kritik dan bahwa Korea tidak perlu terlalu memperhatikannya karena PKC belum mengubah posisinya. “Yang harus kita fokuskan adalah sikap dan reaksi pemerintah Cina,” katanya.

Insiden ini menimbulkan pertanyaan lain: haruskah bintang “hallyu”—gelombang Korea-nisasi– seperti BTS, yang memiliki fandom internasional yang kuat, lebih peka terhadap perasaan semua penggemar mereka di seluruh dunia? Atau apakah komentar RM benar-benar saja? Lebih dari 250 orang berbagi pemikiran mereka di Facebook dan Twitter The Korea Times.

“Dapat dimengerti bahwa beberapa orang Cina tersinggung dengan komentar RM karena Cina pun menderita kehilangan sekian banyak korban,” kata ER Won di Facebook. “Tapi orang Cina ini harus mengerti, RM berbicara sebagai orang Korea Selatan, berterima kasih kepada AS. Tanpa dukungan AS, ada kemungkinan Korea Selatan dan BTS tidak ada hari ini. RM tidak mengkritik Cina karena mendukung Korea Utara. Komentar RM tidak bermaksud jahat atau menyinggung. RM hanya berkomentar sebagai orang Korea Selatan yang mengakui dukungan yang diberikan oleh AS selama Perang Korea.”

Pengguna Twitter, Tina Sosourada, menulis, “Kebebasan berbicara penting bagi masyarakat demokratis. Bintang pop juga anggota masyarakat dan memiliki hak untuk mengekspresikan diri. Dia mengungkapkan pemikirannya dengan cara yang sangat bijaksana, sementara ada sebagian orang yang justru menyalahgunakan pernyataannya untuk tujuan lain.”

Ada juga pandangan yang kontras. “Industri hiburan harus didedikasikan untuk menghibur dan bukan untuk menjadi saluran politik,” kata pengguna Facebook Lola Navarro Cuevas. [Dong Sun-hwa/Korea Times/ South China Morning Post]

Exit mobile version