Dari empat miliar tersebut, 1,5 miliar di antaranya memiliki berat badan sangat berlebihan, alias obesitas
JERNIH– Bila saat ini kita dicekam ketakutan oleh pandemic Covid-19, ada ‘pandemi’ lain yang tak kurang gawat tengah mengintai kita, untuk meledak pada 2050 mendatang. ‘Pandemi’ itu adalah gejala kelebihan brat badan akibat pola makan salah yang berlangsung selama ini.
Padahal, obesitas nyaris tak pernah membawa kebaikan. Obesitas bahkan ditemukan sebagai faktor risiko utama terjangkitnya seseorang dengan penyakit diabetes tipe 2, dan bahkan kanker. Dihubungkan dengan apa yang terjadi pun, obesitas bahkan menjadi risiko tinggi kontraksi dan komplikasi akibat pandemi Covid-19 yang sedang berlangsung.
Makanan yang kita makan memiliki kaitan langsung dengan obesitas atau kelebihan berat badan. Para ahli merekomendasikan diet yang sehat dan seimbang untuk menjaga berat badan dan tubuh tetap sehat.
Namun, selama satu atau dua dekade terakhir, pola makan dan tren diet orang telah berubah total. Para peneliti khawatir bahwa dengan cara makan orang saat ini, kemungkinan orang menjadi kelebihan berat badan atau obesitas, meningkat berlipat ganda.
Sebuah studi baru menunjukkan bahwa ketika satu bagian dunia kelaparan, atau bahkan hanya cukup untuk memberi makan perut mereka, yang lain merasa kenyang, dan membuang-buang makanan. Studi tersebut lebih lanjut menekankan bahwa tekanan terhadap lingkungan akan meningkat seiring dengan meningkatnya limbah makanan.
Menurut peneliti dari Potsdam Institute for Climate Impact Research (PIK), saat mereka menilai konsekuensi dari transisi nutrisi saat ini, dari pola makan berbasis pati yang langka menuju makanan olahan, produk hewani, mereka mencoba memahami perkiraan untuk kekurangan, dan kelebihan berat badan, konsumsi makanan dan limbah.
Temuan penelitian ini cukup mengejutkan. Ditemukan, pada tahun 2050, lebih dari empat miliar orang dapat mengalami kelebihan berat badan. Sebanyak 1,5 miliar di antaranya mungkin mengalami obesitas, dan ada 500 juta orang dapat terus mengalami kekurangan berat badan. Studi tersebut dipublikasikan di Scientific Reports.
Lahan pertanian dan penggembalaan untuk produksi pangan mencakup sekitar sepertiga dari luas lahan global dan sistem pangan kita bertanggung jawab atas sepertiga dari emisi gas rumah kaca global. Menurut studi tersebut, jika orang terus makan, dan membuang makanan sebagaimana adanya, permintaan pangan global akan naik antara 2010 dan 2050. Permintaan produk hewani kemungkinan akan berlipat ganda, yang juga akan berdampak pada kebutuhan lahan.
“Dengan menggunakan lahan yang sama, kita dapat menghasilkan lebih banyak makanan nabati bagi manusia daripada makanan hewani,”kata salah seorang penulis laporan tersebut, Alexander Popp, yang juga kepala Kelompok Riset Manajemen Penggunaan Lahan PIK.
“Sederhananya: jika lebih banyak orang makan lebih banyak daging, maka lebih sedikit makanan nabati untuk orang lain. Ditambah kita membutuhkan lebih banyak lahan untuk produksi pangan yang dapat menyebabkan penebangan hutan. Dan emisi gas rumah kaca meningkat seiring konsekuensi dari memelihara lebih banyak hewan,” kata dia.
Pola makan tidak sehat
Menurut rekan penulis Sabine Gabrysch, kepala Departemen Riset PIK tentang Ketahanan Iklim, “Pola makan tidak sehat adalah risiko kesehatan terbesar di dunia.” “Sementara banyak negara di Asia dan Afrika saat ini masih bergumul dengan kekurangan gizi dan masalah kesehatan terkait, mereka juga menghadapi masalah kelebihan berat badan, dan akibatnya, dengan meningkatnya beban diabetes, penyakit kardiovaskular dan kanker,”kata dia, menambahkan.
Studi saat ini harus dapat memberikan pandangan yang benar tentang diet mereka, dan juga membantu pemerintah dan pembuat kebijakan untuk membantu orang menemukan cara untuk hidup berkelanjutan dan sehat.
Sabine Gabrysch menyimpulkan, kita sangat membutuhkan tindakan politik untuk menciptakan lingkungan yang mempromosikan kebiasaan makan yang sehat. Ini dapat mencakup peraturan yang mengikat yang membatasi pemasaran camilan tidak sehat dan mempromosikan makanan yang berkelanjutan dan sehat di sekolah, rumah sakit, dan kantin.
Karena itu, fokus yang lebih kuat tentang pendidikan nutrisi juga merupakan kunci, dari pendidikan awal di taman kanak-kanak, hingga konseling oleh dokter dan perawat medis. “Apa yang kita makan sangat penting, baik untuk kesehatan kita sendiri maupun untuk planet kita,” kata Gabrysch. [ ]