Washington — Sebanyak 11.258 ilmuwan berbagai disiplin ilmu dari 153 negara, setelah melakukan studi, memperingatkan planet bumi menghadapi darurat iklim. Para ilmuwan, tidak diketahui apakah ada dari Indonesia, memberikan enam saran untuk mengatasi keadaan ini.
Studi, dipelopori Bill Ripple dan Christopher Wolf dari Oregon State University, diterbitkan BioScience 5 Nopember 2019. William Moomaw, ilmuwan iklin dari Universitas Tufts — bersama peneliti dari Australia dan Afrika Selatan — terlibat dalam studi ini.
Hasil studi ini bertolak belakang dengan penilaian ilmiah baru-baru ini tentang pemanasan global. Penilaian Panel Antarpemerintah PBB Tentang Perubahan Iklim itu tidak memberi kepastian soal ancaman pemanasan global. Akibatnya, tidak ada kebijakan yang disarankan.
Studi bertajuk World Scientist warning of a climate emergency menyatakan kali pertama ilmuwan dalam jumlah besar, dan dari 153 negara, secara resmi menyatakan bumi dalam keadaan darurat iklim. Studi ini memaparkan terjadinya emis gas rumah kaca, akibat banyak trend kehidupan manusia.
Dalam makalahnya, para ilmuwan menjabarkan tantangan besar mengurangi emisi gas rumah kaca.
“Terlepas 40 tahun negosiasi iklim global, dengan sedikit pengecualian, kami mengumumkan semua negara menjalankan bisnis seperti biasa dan gagal mengatasi kesulitan,” demikian hasil studi itu.
Makalah juga menampilkan indikator mudah dipahami mengenai pengaruh manusia terhadap iklim. Misal, emisi gas rumah kaca yang diakibatkan pertumbuhan populasi, konsumsi daging per kapita, kehilangan tutupan pohon secara global, tren ekonomi, dan lainnya.
Pertumbuan Populasi
Para ahli memulai studi dengan penilaian iklim utama, dan membahas masalah pertumbuhan populasi yang sensitif dan politis. Studi juga mencatat penurunan fertilitas secara global dalam 20 tahun terakhir, serta menyeru adanya perubahan berani dan drastis dalam pertumbuhan ekonomi dan kebijakan populasi. Tujuannya, mengurangi emisi gas rumah kaca.
Langkah-langkah itu mencakup kebijakan yang memperkuat hak asasi manusia, terutama bagi perempuan dan anak perempuan sebagai peserta keluarga berencana. Lebih jelasnya, program keluarga berencana harus melibatkan semua perempuan.
Di sektor energi, studi menyimpulkan pentingnya setiap negara melakukan efisiensi besar-besaran dan konservasi. Namun, pemangkasan penggunaan bahan bakar fosil dan energi terbarukan adalah tren yang tidak terjadi sedemikian cepat.
Para ahli menyarankan sisa bahan bakar fosil; minyak dan batu bara, agar tetap di tempatnya. Artinya, sisa minyak dan batu bara yang masih ada jangan lagi digali dan dibakar untuk menghasilkan energi.