Majalah ini ikut memanaskan perang kalimat antara Erdogan, Presiden Prancis Emmanuel Macron dan pemimpin Eropa lainnya.
JERNIH-Majalah satire Prancis, Charlie Hebdo, kali ini mengolok-olok Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dengan menempatkan kartun yang menggambarkan Erdogan berperilaku cabul, pada edisi terbarunya tersebut.
Karikatur yang ditempatkan pada halaman depan Charlie Hebdo edisi Rabu tersebut, dirilis online pada Selasa malam, minggu lalu.
Dalam karikatur tersebut digambarkan Erdogan mengenakan kaus putih dan celana dalam. Ditangan kirinya memegang sekaleng bir, sementara tangan kanannya mengangkat rok seorang wanita yang mengenakan jilbab untuk memperlihatkan pantat telanjangnya.
Karikatur tersebut diberi judul ; “Erdogan: secara pribadi, dia sangat lucu” dan dilengkapi bunyi karakter “Ooh, nabi!” dalam balon ucapan.
Karikatur tersebut mengundang kecaman dari pemerintah Turki yang menyebut cover Charlie Hebdo tidak pantas.
“Kami mengutuk publikasi (karikatur) presiden kami di halaman depan majalah Prancis yang tidak menunjukkan rasa hormat ataupun etika. Hal itu malah menunjukkan betapa vulgar dan immoralnya mereka,” kata Juru Bicara Kepresidenan Turki, Ibrahim Kalin, dikutip dari kantor berita Reuters, Rabu, 28 Oktober 2020.
Selama ini majalah Charlie Hebdo ikut memanaskan perang kalimat antara Erdogan, Presiden Prancis Emmanuel Macron dan para pemimpin Eropa lainnya setelah insiden pemenggalan guru sejarah Samuel Paty.
Intervensi Charlie Hebdo dalam perang kata-kata semakin meningkat setelah Macron memastikan dibawah kepemimpinannya, Prancis menjamin kebebasan berbicara yang memberi ruang publikasi seperti Charlie Hebdo yang sangat anti-agama.
Sikap Macron yang dinilai membela Charlie Hebdo, mendorong Erdogan untuk mendesak Turki memboikot produk Prancis di tengah gelombang protes anti-Prancis di negara-negara mayoritas Muslim.
Majalah Charlie Hebdo pernah menerbitkan kartun yang menghina Nabi Muhammad sehingga memicu serangan dan pembantaian di kantor redaksinya pada 2015.
Kartun nabi tersebut ditunjukkan pada para murid dalam kelas guru Samuel Paty, pada saat diskusi kebebasan berekspresi di kelas sebuah sekolah di pinggiran Paris. Guru bernama tersebut akhirnya dibunuh dengan cara dipenggal pada 16 Oktober lalu oleh remaja Chechnya yang mengungsi di Prancis. (tvl)