“Ya memang kadang penganggaran di kesekjenan itu tanpa sepengetahuan anggota sehingga menyebabkan anggota yang di-bully. Kalau kami lebih baik itu ditunda sajalah,” kata Baidowi.
JERNIH-Ketika persoalan minyak goreng, kelangkaan solar dan kebingungan mencari dana guna membiayai pembangunan ibu kota negara baru belum juga ditemui ujung penyelesainannya, Sekertariat Jenderal DPR RI malah ingin agar rumah dinas anggota dewan bersolek dengan gorden seharga Rp 90 juta tiap rumahnya.
Memang, seberapa daruratkah penggantian gorden itu sampai DPR harus menganggarkan dana sebanyak Rp 48,7 miliar untuk 505 unit rumah dinas?
Sekertaris Jenderal DPR RI, Indra Iskandar bilang, anggaran sebesar Rp 48,7 miliar tersebut, dialokasikan untuk 505 unit rumah dinas anggota dewan yang rata-rata sebesar Rp 80 juta sampai Rp 90 juta tiap rumah dan sudah termasuk pajak.
Gorden itu, dia bilang akan dipakai untuk 11 ruangan di tiap rumah yang terdiri dari jendela, ruang tamu, dua pintu jendela ruang keluarga, tiga jendela ruang kerja, empat ruang tidur utama, lima jendela darpur, serta enam jendela tangga.
Kemudian, di lantai duanya, gorden dipakai untuk dua jendela ruang tidur anak, jendela ruang keluarga dan jendela ruang tidur asisten rumah tangga.
Sementara harga tersebut, keluar setelah berkonsulatis dengan konsultan perencana.
“Jadi ada 11 item tersebut dari angka yang saya sebutkan Rp80 juta sekian dan itu pagu anggaran tahun 2022 sebesar rupiah 48.745.624.000 untuk harga perkiraan dari konsultan perencana atau konsultan estimate 46.194.954.000 rupiah, nah untuk harga perkiraan sendiri, kami itung include dengan PPN 11 persen sebesar 45.767.446.332 rupiah,” kata Indra menyebutkan.
Sepertinya, meski cuma melindungi bagian interior dari paparan sinar matahari, anggota dewan yang terhormat ingin merasa betul-betul nyaman ketika pulang ke rumah dinasnya. Atau mungkin juga, ingin ada kesan mewah ketika menghuninya.
Meski Indra Iskandar menyebutkan sudah hampir 13 tahun gorden itu tak diganti, yang jadi pertanyaan, apakah setelah diganti dengan yang mahal, kinerja, tingkat kejujuran dan betul-betul mewakili rakyat akan meningkat? Atau jangan-jangan, kalau tidak diganti, anggota dewan yang terhormat justru tak bisa berpikir maksimal?
Ubedilah Badrun, pengamat politik sekaligus sosiolog dari Universitas Negeri Jakarta sangat menyayangkan keputusan itu.
“Apakah gara-gara gorden yang tidak diganti lalu anggota DPR tidak bisa tidur?” kata Ubedilah mempertanyakan.
Menurutnya, keinginan itu sangat tidak perlu dan tidak mendesak. Sebab tanpa diganti pun, sebenarnya tak ada masalah berarti dengan penggunaan gorden lama.
“DPR ini benar- benar kehilangan empatinya pada rakyat banyak. Uang Rp 48,7 miliar yang digunakan untuk membeli gorden rumah jabatan anggota DPR itu lebih baik digunakan untuk bantu rakyat kecil yang sedang susah hidupnya,” ujar Ubedilah.
Di lain pihak, Sekertaris Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Ahmad Baidowi menilai, soal gorden rumah tersebut tidak urgen sebab yang ada masih bisa digunakan dan layak pakai. Apalagi, tak semua rumah dinas itu ditempati anggota Dewan sehingga menurutnya, gorden yang ada saat ini sudah cukup.
“Kalau di rumah pribadi ya silakan lah mau gorden seharga Rp 100 juta, Rp 200 juta, ini kan gordennya menggunakan anggaran negara, saya kira enggak paslah ya,” ujar Baidowi.
Dia pun mengusulkan kalau uang itu sebaiknya dipakai membeli minyak goreng murah saja.
“Itu kan lebih bermanfaat pada hari ini menjelang Ramadhan karena kita tahu harga minyak goreng masih tinggi sekali,” kata Baidowi.
Dede Yusuf, anggota Fraksi Demokrat pun menyampaikan usulan serupa. Dia bilang, soal besarnya anggaran, DPR semestinya punya sens of crisis di tengah kesulitan yang dialami masyarakat.
“Harga minyak goreng lagi mahal, perlukah kita mengeluarkan itu,” kata Dede.
Kalau pun harus ada perbaikan, Dede bilang sebaiknya diperuntukan ke fasilitas yang sering digunakan penghuni seperti kompor atau pompa air.
“Kita berharap yang penting rumah dinas ini dipelihara dengan baik dan dipelihara dengan baik itu tentu bukan hanya tampilan, tapi fasilitas yang memang dibutuhkan sehari-hari,” ujar Dede.
Sekertaris Jenderal Partai Amanat Nasional (PAN), Eddy Soeparno, malah menginginkan kalau anggaran pengadaan gorden itu sebaiknya dipakai membantu usaha mikro, kecil dan menengah saja. Apalagi, pandemi belum berakhir dan banyak usaha ada dalam tahap berusaha bangkit dari keterpurukan.
“Kalau untuk gorden rumah jabatan di Kalibata rasanya belum perlu untuk diganti. Saya kira anggota DPR bisa memahami jika anggaran gorden di rumah jabatan Kalibata dialihkan untuk membantu pemulihan ekonomi rakyat,” kata Wakil Ketua Komisi VII DPR tersebut.
Sementara itu, Sekertaris Fraksi PDI Perjuangan, Bambang Wuryanto mengaku kalau fraksinya belum pernah diajak membahas pengadaan gorden itu.
“Kita belum pernah membahas, saya enggak ngerti background-nya apa. Belum (pernah membahas), orang politik (kok) bahas gorden,” kata Ketua Komisi III DPR itu.
Mengutip Kompas, Ahmad Baidowi sependapat dengan Bambang. Dia bilang, jika ini tetap dilakukan, maka anggota Dewan-lah yang menjadi sasaran kekesalah masyarakat.
“Ya memang kadang penganggaran di kesekjenan itu tanpa sepengetahuan anggota sehingga menyebabkan anggota yang di-bully. Kalau kami lebih baik itu ditunda sajalah,” kata Baidowi.
Hal ini berbeda dengan pernyataan Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar yang menyebut banyak permintaan anggota Dewan untuk mengganti gorden di rumah jabatan mereka.
“Sejak tahun 2020 memang banyak permintaan dari anggota Dewan kepada kesekjenan untuk penggantian gorden dan vitrase di rumah jabatan yang sudah sangat tidak layak,” kata Indra, Senin (29/3/2022).[]