Site icon Jernih.co

Giring Menggiring Adu Domba Sebab Miskin Ide

“Jika ia konsisten dengan cara seperti saat ini, Giring hanya akan jadi tertawaan politisi parpol lain, dan itu berdampak pada PSI secara kolektif. Di luar itu, PSI akan sulit dipercaya publik sebagai parpol yang punya itikad membangun,” kata Dedi menjelaskan.

JERNIH – Setelah video pidato Ketua Umumnya viral di media sosial dan mendapat olok-olokan dari warganet, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) memilih sikap tak mau ambil pusing. Juru bicara PSI Ariyo Bimmo mengatakan, itu merupakan resiko politisi dan yang dilakukan tak ada apa-apanya dibanding perjuangan Founding Father Republik ini.

Dalam pidatonya, Giring Ganesha sebagai Ketua Umum PSI mengatakan kalau Indonesia bakal suram masa depannya jika dipimpin seorang pembohong dan pernah dipecat Presiden Joko Widodo. Hal inilah yang memantik olok-olok warganet.

Ariyo menilai, PSI tak mau terjebak dengan olok-olok di media sosial sebab bukan hal serius apalagi gagasan. Dia bilang, pidato Giring tersebut bukanlah sebuah spontanitas namun sudah dipersiapkan sebelumnya dan merupakan sikap partai.

Giring memang tak menyebut secara rinci siapa yang pernah dalam pidatonya itu. Namun asumsi warganet, langsung mengarah pada sosok Anies Baswedan yang pernah menjabat sebagai salah satu menteri Presiden Jokowi. Apalagi, selama di DPRD DKI Jakarta, PSI kerap mengambil sikap berseberangan dengan kebijakan Anies Baswedan sebagai Gubernur.

Masih seirama dengan Ariyo Bimmo, Ketua DPP PSI Isyana Bagoes Oka, mengatakan, kalau pidato Giring tidak ditujukan kepada Anies. Namun, dia mempersilahkan pihak yang menafsirkannya ke arah sana.

Isyana bilang, pidato Ketua Umum pada peringatah HUT PSI ke 7 itu hanya menyampaikan keinginan partai agar Indonesia tak terkoyak. Dia yakin betul kalau perjuangan partainya sudah selaras dengan keinginan masyarakat Indonesia.

Isyana menyebutkan, kalau saat ini banyak negara mengalami perang akibat perpecahan di dalam negeri mereka. Mengutip pernyataa Anies, Ketua DPP PSI mengatakan kalau beragaman itu kodrati dan persatuan harus diupayakan.

“Sayangnya demi politik, orang akan halalkan banyak cara, lalu berkuasa, namun merusak hubungan kita satu sama lain,” katanya.

Dongkrak Elektabilitas Malah Jadi Bumerang

Entah lantaran belum matang dalam berpolitik, belum punya gagasan cemerlang atau tak paham bahwa tak ada yang abadi dalam politik kecuali kepentingan, pernyataan Giring justru menuai kecaman tak hanya dari warganet.

Wakil Ketua Umum Partai NasDem Ahmad Ali menyarankan agar Giring tak memilih jalan politik dengan melempar tudingan tanpa dasar cuma agar menang pemilu 2024. Sebab dalam pesta demokrasi lima tahunan, tentu semua orang ingin menang.

Menurut Ali, kompetisi Pemilu 2024 masih lama dan belum ada tokoh yang mendeklarasikan diri sebagai calon presiden, kecuali Giring. Dia paham betul kalau PSI tengah mencari panggung guna mendongkrak elektabilitas Ketua Umumnya agar bisa lolos ke DPR pada 2024 mendatang.

Hanya saja, setiap partai politik punya kewajiban mengedukasi masyarakat dengan menggelar kampanye positif agar Pemilu nanti bisa membuat demokrasi makin kuat. Caranya, cuma bisa lahir kalau elit partai melakukan pendidikan melalu kampanye diri yang positif.

Jika pidato itu dimaksudkan guna mendulang popularitas dan mendongkrak elektabilitas, sepertinya Giring yang bekas vokalis band itu, sudah mendapatkannya. Terbukti, meski hujatan dituai, setidaknya warganet sudah meyoroti sosok tersebut.

Setali tiga uang dengan Ahmad Ali, politisi Partai Gerindra M Taufik justru mempertanyakan kapasitas Giring sebagai Ketua Umum PSI dalam melontarkan pernyataan bahwa Indonesia bakal suram masa depannya jika dipimpin sosok yang pernah dipecat Jokowi.

“Kalau orang Betawi bilang, ‘die siape? pangkatnye ape?’. Tapi enggak apa-apa. Dia emang harus nyari panggung, makanya banyak-banyak bertiktok ria, banyak-banyak harus bikin konten,” kata Taufik.

Meski juru bicara dan Ketua DPP PSI berkilah bahwa pernyataan Giring tersebut tak dialamatkan kepada Anies Baswedan, nampaknya sulit untuk terus-terusan membalik lidah. Sebab beberapa waktu lalu, dalam sebuah keterangan berupa video, sang Ketua Umum tegas-tegas menyebut nama Anies.

Katanya dalam video, Anies adalah pembohon dan kerap berpura-pura peduli terhadap masyarakat di tengah kesulitan saat pandemi. Dia juga bilang, Anies sering manampakkan dirinya peduli dengan penderitaan rakyat di masa pandemi.

Giring pun mengajak publik menguji kebenaran citra peduli Anies itu dengan melihat penggunaan uang rakyat melalui APBD DKI Jakarta di masa pandemi sambil menuding kalau dana digunakan untuk kepentingan ego pribadinya. Salah satunya, menggunakan Rp 1 triliyun guna menggelar balap mobil Formlua E.

Mendompleng Nama Anies

Seperti yang sudah diakui, apa yang disampaikan Giring memang merupakan skenario PSI dalam menempuh jalan politiknya. Tentu, secara kasat mata, partai ini memilih posisi sebagai partai anti Anies Baswedan.

Guna mendulang suara tambahan untuk kepentingan Pemilu 2024, PSI sudah memilih jalan yang potensial dan terarah yaitu, kelompok pro Jokowi sekaligus anti Anies.

Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion, Dedi Kurnia Syah, menilai pilihan tersebut merupakan cara cerdas namun beresiko tinggi sebab berpotensi melahirkan adu domba bahkan merusak reputasi demokrasi. Apalagi, Anies saat ini menjadi tokoh utama yang diafiliasikan sebagai kontra koalisi pemerintah pusat.

Akhirnya, upaya membangun sentimen antar loyalis terbilang sangat mudah. Dan inilah yang dimaksud pemantik popularitas tersebut.

Dedi bilang, kritik yang dilontarkan PSI dan Giring terhadap Anies, merupakan cara partai tersebut mendompleng nama besar Anies Baswedan yang sudah digadang-gadang bakal maju dalam kompetisi Pemilu Presiden nanti. Imbas yang diharapkan, apalagi kalau bukan popularitas.

Hampir bisa dipastikan, strategi yang dipilih PSI justru akan menjadi bumerang ke depannya. Sebab cara itu, bukan cara yang ditempuh politisi berkapasitas intelektual namun lebih kepada lantaran miskin ide.

“Jika ia konsisten dengan cara seperti saat ini, Giring hanya akan jadi tertawaan politisi parpol lain, dan itu berdampak pada PSI secara kolektif. Di luar itu, PSI akan sulit dipercaya publik sebagai parpol yang punya itikad membangun,” kata Dedi menjelaskan.[CNN Indonesia]

Exit mobile version