Selanjutnya, masih seperti kemarin-kemarin, Lutfi tak khawatir harga minyak goreng bakal naik lagi. Sebab menurutnya, pasokan minyak sawit terus ada akibat kebijakan DMO, dan harga komoditas ini pun terus mengalami penurunan dan kini berada di angka Rp 16 ribu perliter.
JERNIH-Publik masih bertanya-tanya, sebenarnya apa sih kerja Kementerian Perdagangan sampai tak mampu mengendalikan kelangkaan dan harga minyak goreng yang tak juga stabil. Setelah sebelumnya melempar tuduhan, akibat masyarakat melakukan panic buying maka terjadi penimbunan di rumah tangga, belakangan lembaga ini mengakui kalau terjadi kebocoran.
Kebocoran tersebut yakni, minyak goreng murah dijual ke luar negeri mencapai 415 juta liter yang merupakan hasil domestic market obligation (DMO) di tingkat distributor sejak diimplementasikan pada 14 Februari lalu.
Padahal, jumlah segitu banyaknya bisa memenuhi kebutuhan masyarakat hingga 1,5 bulan ke depan. Tapi lantaran dijual ke luar negeri, harga malah tertahan di posisi tinggi sampai pekan ini.
Tentu saja, pengakuan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi tersebut menjadi polemik dan menjadi sorotan di kalangan masyarakat luas. Dokter Berlian Idris yang juga pegiat media sosial, sangat menyayangkan kejadian ini.
“Abis nuduh warga nimbun, skrg ngaku migor murah dijual ke luar negeri. Bubar aja udah,” kata Berlian.
Lutfi bilang, kebocoran disebabkan karena minyak goreng harga murah sebagian disalurkan ke industri dan diselundupkan ke luar negeri agar bisa mengikuti harga internasional yang relatif tinggi ketimbang di dalam negeri.
Tak cuma itu, kebocoran juga terjadi pada alur distribusi di tingkat D1 dan D2. Dan sampai saat ini, Lutfi bilang masih ada sejumlah spekulan di tanah air yang menahan pasokan sambil menunggu Pemerintah mencabut kebijakan harga eceran tertinggi hasil DMO.
Lalu, apakah akan diambil tindakan tegas terkait kebocoran dan tingkah spekulan tersebut?
Entah karena tak punya cukup kemampuan untuk menelusuri sebelum penyelundupan itu terjadi atau tidak punya nyali, bocornya 415 juta liter minyak goreng murah ke luar negeri tersebut, baru diungkap Menteri Perdagangan usai melakukan inspeksi mendadak di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, pada Rabu (9/3) lalu.
Saat itu, dengan matanya sendiri, Mendag Lutfi menyaksikan kalau persediaan minyak goreng memang ada baik curah maupun kemasan.
“Permasalahannya hari ini tidak ada satu pun kios yang kita datangkan ini menjual sesuai harga eceran tertinggi (HET) yang ditentukan Pemerintah,” kata Lutfi.
Padahal sesuai peraturan yang dia buat dengan nomor 6 tahun 2022, HET minyak goreng sawit harus di angka Rp 11.500 per liter untuk minyak goreng curah, Rp 13.500 per liter untuk kemasan sederhana dan Rp 14.000 perliter kemasan premium.
Menteri Perdagangan, benar-benar tak berkutik menghadapi kenyataan di lapangan yang dia saksikan sendiri. Dia cuma bilang, kalau pedagang di pasar mendapat minyak goreng curah dengan harga Rp 10.500 perliter, maka seharusnya margin keuntungan Rp 1.000 perliter sudah cukup.
Selanjutnya, masih seperti kemarin-kemarin, Lutfi tak khawatir harga minyak goreng bakal naik lagi. Sebab menurutnya, pasokan minyak sawit terus ada akibat kebijakan DMO, dan harga komoditas ini pun terus mengalami penurunan dan kini berada di angka Rp 16 ribu perliter.
Sebab, meski sudah menemui pelanggaran terhadap aturan yang dia buat, sekali lagi Mendag bilang, jika ke depan harganya naik, maka ada yang salah pada aspek lain. Dia pun tak ragu membawanya ke penegak hukum.
“Per kemarin sudah 415 juta liter hanya dalam 20 hari. Jadi barangnya melimpah. Kan kita tanya barangnya dimana? Jadi dua yang menggagalkan, adalah bocor untuk Industri dengan harga nggak sesuai Pemerintah, ini melawan hukum. Dan penyelundupan. Keduanya akan saya tindak sesuai hukum,” katanya menyebutkan.
Sebelumnya, pada 23 Februari lalu, Wakil Ketua Satgas Pangan Polri, Brigjen Pol Whisnu Hermawan bilang kalau pihak yang terbukti memenuhi unsur penimbunan bisa dikenakan sanksi pidana yakni, penjara selama lima tahun atau denda maksimal Rp 50 miliar.
Aturan ini, sudah tertuang dalam pasal 107 Undang-Undang nomor 7 tahun 2014 tentang perdagangan dan Peraturan Presiden nomor 71 tahun 2015 tentang penetapan dan penyimpanan barang kebutuhan pokok dan barang penting.
Pasal 107 tersebut berbunyi :
“Pelaku usaha yang menyimpan barang kebutuhan pokok dan/atau Barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi kelangkaan barang, gejolak harga, dan/atau hambatan lalu lintas Perdagangan Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).”
Lalu, apakah Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan dan Kepolisian akan benar-benar mengambil tindakan tegas terhadap penyelundup dan spekulan yang menahan pasokan sampai pemerintah mencabut kebijakan HET? Kita tunggu saja.[]