Site icon Jernih.co

Permenaker Tentang JHT Melawan Perintah Presiden dan Mahkamah Konstitusi

Akibatnya, masalah ekonomi bakal menggoncang. Dengan JHT, sebenarnya persoalan kebutuhan bisa sedikit teratasi guna menambah modal usaha setelah tak lagi bekerja sebagai pegawai. Dari sini, sudah sangat jelas kalau Pemerintah wajib mendengar penolakan yang terjadi di mana-mana.

JERNIH-Setelah Undang-Undang Cipta Kerja diberlakukan dan dianggap menginjak posisi kaum buruh hingga sangat rentan terhadap pemecatan secara sepihak, kini giliran Permenaker nomor 2 tahun 2022 yang dinilai makin menjerumuskan nasib pekerja di seluruh tanah air. Desakan agar Peraturan Menteri Tenaga Kerja ini segera dicabut pun, terus mengalir.

Wakil Ketua Bidang Ketenagakerjaan DPP PKS Indra, mendesak Pemerintah segera menghapus kebijakan itu. Di matanya, Permen tersebut hanya membuat pekerja kehilangan jaring pengaman terutama jika terjadi PHK.

Soalnya, dana itu jelas-jelas milik para pekerja yang dipotong dari upah mereka tiap bulan sebesar 2 persen. Belum lagi, pemberi kerja atau perusahaan juga menitipkan uang senilai 3,7 persen dari total gaji yang diterima pekerja saban bulannya. Jadi, sebagai hak maka sudah sepantasnya diambil ketika berhenti bekerja. Baik itu karena memasuki masa pensiun, PHK atau mengundurkan diri.

Sebelumnya, dia bilang posisi pekerja sudah sangat lemah setelah Undang-Undang Cipta Kerja diberlakukan. Sebab buruh, mudah sekali ditendang begitu saja dengan bahasa PHK hingga membuat pesangon tergerus secara siginifikan. Jika dana JHT hanya bisa dicairkan di usia pensiun yakni 56 tahun, maka pekerja makin rentan terhadap situasi ekonomi yang tak jelas begini termasuk rawan dipecat.

Akibatnya, masalah ekonomi bakal menggoncang. Dengan JHT, sebenarnya persoalan kebutuhan bisa sedikit teratasi guna menambah modal usaha setelah tak lagi bekerja sebagai pegawai. Dari sini, sudah sangat jelas kalau Pemerintah wajib mendengar penolakan yang terjadi di mana-mana.

” Apalagi pada 2015, pemerintah pernah mengeluarkan kebijakan yang serupa dan akhirnya dicabut karena penolakan yang luas,” kata Indra.

Hingga saat ini, sudah ada 140 ribu orang lebih yang membubuhkan tanda tangannya dalam petisi penolakan yang digulirkan secara daring terhadap Permenaker itu. Bisa jadi, jumlahnya akan terus bertambah jika Pemerintah tak buru-buru meresponnya.

Di lain pihak, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) juga meneriakkan tuntutan serupa. Bersama Partai Buruh, jika Permen yang dianggap makin menyusahkan banyak orang ini tak segera dicabut, kedua aliansi tersebut akan turun ke jalan menuntut pencabutannya.

Said Iqbal, Presiden KSPI sudah mengeluarkan ancamannya sambil menyebut kalau kebijakan tersebut sangat keji. Sebab jika terjadi PHK pada buruh berusia 3 tahun misalnya, dia baru bisa mencairkan JHT dari gajinya sendiri di usia 26 tahun.

“Pemerintah sepertinya tak bosan menindas kaum buruh,” kata Iqbal dalam keterangannya, pada Sabtu (12/2).

Kebejatan ini semua, Iqbal bilang berpangkal pada sikap Pemerintah yang justru bertindak inkonstitusional dengan melawan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal Undang-Undang Cipta Kerja yang sudah dinyatakan inkonstitusional bersyarat.

Meski Presiden Jokowi sudah mengeluarkan perintah kepada Menteri Ketenagakerjaan guna membuat aturan agar JHT bisa diambil satu bulan setelah pemutusan hubungan kerja, Permenaker tersebut justru melawan perintah Presiden.[]

Exit mobile version