Jakarta – Sebuah survei mengungkapkan, sekitar 98,9 persen responden menyatakan keinginannya agar para suami lebih memahami bahasa cinta mereka. Dengan memahami bahasa cinta pasangannya, hubungan makin harmonis.
Indra Noveldy, seorang relationship coach dan konselor pernikahan menjelaskan, suami atau istri harus mengenali bahasa cinta pasangannya masing-masing. “Karena yang penting itu bukan bagaimana Anda merasa sayang kepada orang, tetapi apakah suami atau istri Anda merasa disayang,” kata Indra seperti dikutip dari siaran pers GueSehat, di Jakarta, Jumat, (6/3/2020).
Ada orang yang senang dipuja dengan kata-kata, atau ada yang meyakini bahwa bentuk cinta adalah dengan pemberian hadiah. Tidak ada satu orang pun yang hanya memiliki satu bahasa cinta, tetapi umumnya hanya satu yang dominan.
Gary Chapman mengenalkan bahasa cinta pertama kali melalui buku The Five Love Languages: How to Express Heartfelt Commitment to Your Mate yang terbit pada 1992. Lima bahasa cinta tersebut adalah afirmasi, hadiah, pelayanan, waktu yang berkualitas, dan sentuhan fisik.
Bahasa cinta bisa diungkapkan dengan kata-kata seperti I love You setiap hari namun hal itu belum tentu membuat pasangan Anda suka. Bisa jadi ia menginginkan lebih banyak waktu dengan Anda. Indra menemukan bahwa ada bahasa cinta lain yang dibutuhkan oleh seorang suami atau istri, yaitu kejelasan.
“Contoh, ketika suami sudah sampai di kantor, istri merasa disayang ketika suaminya memberikan kabar. Seringkali ini diartikan suami sebagai bentuk posesif atau tidak percaya dengan pasangan,” jelas Indra.
Asumsi adalah salah satu mesin pembunuh paling besar dalam sebuah hubungan. Padahal, apa salahnya menyenangkan pasangan dengan melakukan bahasa cinta ini? Hanya perlu beberapa detik kok, untuk mengirimkan kabar.
Tidak saling memahami bahasa cinta pasangan inilah salah satu pemicu perselingkuhan. Tandanya? Ketika istri mulai mengeluh, “Rasanya sudah kasih segalanya untuk suami, tetapi semua yang kulakukan selalu kurang untuknya.” Terkadang, suami heran dengan tuntutan istri, “Aku kurang memberikan apalagi, sih? Semua kebutuhan kok, rasanya pernah cukup untukmu!”
Konflik semacam itu apakah memang banyak ditemukan dalam hubungan suami istri? Teman Bumil, aplikasi untuk ibu milenial, melakukan studi kuantitatif pada lebih dari 1.400 responden wanita menikah berusia 20-40 tahun untuk menggali lebih dalam masalah bahasa cinta ini.
Hasil yang didapat cukup mengejutkan, yaitu perbedaan bahasa cinta yang tidak dikomunikasikan dengan baik pada pasangan, sangat mungkin menimbulkan masalah atau kesalahpahaman dalam rumah tangga. Bahkan, bisa pula membuka celah untuk perselingkuhan.
Isu komunikasi adalah masalah yang paling banyak dihadapi pasangan menikah. Hal itu diakui pula oleh 67,6 persen responden yang mengikuti survei Teman Bumil. Terhambatnya komunikasi ini, akibat saling tidak memahami bahasa cinta pasangannya.
Hal senada juga terlihat dari 72,8 persen pengakuan para responden survei. Mereka yakin bahwa dengan memahami bahasa cinta pasangan mereka, bisa mencegah terjadinya masalah rumah tangga, termasuk perselingkuhan.