Soalnya, satu-satunya alat pembayaran yang sah di Republik Indonesia adalah mata uang rupiah.
JERNIH- Keputusan PP Muhammadiyah melalui Majelis Tarjih memfatwakan bahwa Bitcoin dan Kripto haram sebagai alat tukar dan investasi, dinilai sudah tepat sebab bertentangan dengan pasal 23B Undang-Undang Dasar 1945, juncto pasal 1 angka 1 dan angka 2, pasal 2 ayat 1 serta pasal 21 ayat 1 tentang mata uang.
Soalnya, satu-satunya alat pembayaran yang sah di Republik Indonesia adalah mata uang rupiah. Sementara Bitcoin, sebagai alat invetasi masih menunggu pengumuman resmi dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappeti) Kementerian Perdagangan RI.
Meski bertentangan dengan hukum yang berlaku di tanah air, antusiasme masyarakat terhadap Bitcoin masih tinggi hingga membuatnya seolah dekat dengan warga yang berinvestasi dalam bentuk Bitcoin. Selama tahun 2021 saja, tercatat ada 11 juta orang yang menanam dananya di sana. Padahal, bagi Bitcoin Cryptocurrency tak ada otoritas resmi semacam bank sentral sebagai penjaminnya.
Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi seperti diberitakan Jpnn mengatakan, melihat perkembangan peminat, sebaiknya pemerintah segera mempersiapkan draft Rancangan Undang-Undang tentang regulasi Bitcoin sebagai alat tukar. Caranya, dengan mengamandemen Pasal 23B UUD 1945 tadi.
Bitcoin Cryptocurrency sendiri, merupakan mata uang digital yang terdesentralisasi berdasar teknologi blockchain dan tak memiliki otoritas penerbit pusat semacam bank sentral. Transaksinya pun, dilakukan secara anonim dan dicatat serta diamankan dengan teknologi tadi.[]