Jakarta – Sebelum pandemi bisnis kuliner mengalami pertumbuhan luar biasa. Namun kini bisnis makanan dan minuman ini mengalami pergeseren. Pandemi mengharuskan pelaku bisnis ini berubah agar bisa terus bertahan.
“Masyarakat yang tadınya mencari makanan yang bisa makan di tempat, bergeser menjadi makanan yang bisa dipesan langsung dari tetangganya. Orang-orang yang terpercaya kebersihannya,” kata Mohamad Iqbal Founder & Ceo Bandros di acara Baparekraf Digital Entrepreneurship, Tangerang Selatan, kemarin.
Masih menurutnya, dunia kuliner lebih ke arah usaha frozen food, yang bisa lebih tahan lama. Karena, orang-orang pada takut keluar rumah sejak adanya pandemi covid-19. “Kuliner trendnya yang bisa dikirim. Misalnya sekarang frozen food yang bisa dikirim cepat,” tambahnya.
Tidak hanya pergeseran jenis makanan, pemasaran, bagaimana menawarkan produk dari offline menjadi online dan kini menjajah ke tetangga. Perkembangan teknologi informasi dan internet dari tahun ke tahun telah membuat pergeseran gaya hidup masyarakat Indonesia dalam menjalankan roda perekonomian.
Dampak yang paling terasa adalah pengguna sosial media dan platform e-commerce berkembang pesat. Perusahan-perusahaan e-commerce baik dari dalam maupun luar negeri turut meramaikan persaingan di pasar Indonesia, baik dengan sistem Business-to-Business (B2B), Business-to-Consumer (B2C) dan Consumer to Consumer (C2C).
Perkembangan bisnis e-commerce sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Menurut perusahaan konsultasi McKinsey, dalam tiga tahun mendatang Indonesia akan memiliki 44 juta pembeli online atau melalui e-commerce dengan nilai sekitar US$55-65 miliar.
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi salah satu penopang perekonomian Indonesia. Dengan adanya perusahaan-perusahaan e-Commerce atau marketplace online tersebut sangat membawa perubahan besar bagi pelaku UMKM dalam menjual produk dan menembus pasar internasional.
Pandemi Covid-19 yang datang melanda sejak awal tahun 2020 turut mempengaruhi kondisi UMKM di Indonesia. Turunnya pendapatan, PHK bahkan gulung tikar menjadi resiko yang dihadapi oleh para pelaku UMKM. Saat ini para pelaku UMKM dituntut melakukan suatu terobosan dalam sistem kerja atau model bisnis agar bertahan dan memperoleh kesempatan untuk bangkit. [*]