Acara tahunan ekonomi dan keuangan syariah terbesar di Indonesia itu kini mengangkat tema “Magnifying Halal Industries Through Food and Fashion Markets for Economic Recovery.”
JERNIH– Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) kembali hadir pada 25 hingga 30 Oktober 2021. Acara tahunan ekonomi dan keuangan syariah terbesar di Indonesia itu kini mengangkat tema “Magnifying Halal Industries Through Food and Fashion Markets for Economic Recovery.”
Salah satu bagian dari acara ISEF tersebut, Indonesia International Halal Lifestyle Conference (INHALIFE) 2021 resmi dibuka pada 27–28 Oktober 2021 secara virtual.
Hal tersebut dilakukan untuk menjaga keamanan, mengingat kondisi pandemi di dunia belum pulih 100 persen, maka pergelaran kali ini masih diselenggarakan secara virtual.
Acara ini dihadiri Gubernur Bank Indonesia, Dr. Perry Warjiyo; Deputi Bidang Koordinasi Makroekonomi dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, Dr. Iskandar Simorangkir; Deputi Bidang Usaha Mikro Kementerian Koperasi UKM Republik Indonesia, Eddy Satriya; Deputi Bidang Industri dan Investasi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Fadjar Hutomo; Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan, Didi Sumedi; Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, DR. Sapta Nirwandar, dan Sutan Emir Hidayat selaku direktur Pendukung Ekosistem Ekonomi Islam, Komite Nasional Ekonomi & Keuangan Islam (KNEKS) yang ditunjuk sebagai moderator.
Dalam sambutannya, Ketua Indonesia Halal Lifestyle Center, Sapta Nirwandar, menyampaikan beberapa hal, seperti optimisme bangkitnya dunia dari pandemi Covid-19.
“Insya Allah pandemi ini sudah berkurang dan akan segera berakhir. Agar dunia dapat kembali bangkait, masyarakat Indonesia bersama masyarakat global harus bangkit dari kesulitan akibat pandemi Covid-19. Saatnya berkolaborasi. Mempersiapkan kebangkitan ekonomi dan kehidupan sosial. Kami optimistis akan memiliki prospek yang kuat untuk masa depan ekonomi Islam dan industri halal,”kata Sapta.
Lebih jauh Sapta mengucapkan terima kasih kepada Bank Indonesia, sebagai salah satu pemangku kepentingan terkemuka di ekonomi Islam, yang telah berkomitmen kuat mempercayakan IHLC untuk menyelenggarakan INHALIFE mulai beberapa tahun yang lalu.
Tidak hanya itu, Sapta juga mengaku sangat senang bahwa tahun ini didukung oleh Bank Indonesia, DinarStandard yang dipimpin Rafi-uddin Shikoh dan IHLC, telah menyelesaikan “Indonesia Halal Market Report 2021/2022”.
“Laporan ini dipersembahkan atas kerja sama dan dukungan kuat dari Bank Indonesia. Laporan ini tidak hanya tentang temuan tetapi juga dilengkapi dengan strategi dan rekomendasi yang dapat diterapkan secara luas oleh pemerintah, korporasi maupun UKM. Kami yakin laporan ini akan menarik perdagangan dan investasi global menuju industri halal Indonesia,” kata dia.
Sejalan dengan kebijakan Bank Sentral Indonesia, untuk mengembangkan industri halal khususnya di Halal food and simple fashion, IHLC juga bekerja sama dengan Indonesia Fashion Chamber menyelenggarakan Fashion Show Parade.
“Pada hari Jumat kita akan mengadakan Muslim Modest Fashion Mastermind Class dan Business Linkage dengan sesi interaktif antara perwakilan bisnis fashion terkemuka Indonesia dan para desainer,”kata Sapta.
Pada saat yang sama, Deputi kementerian Koperasi UKM Republik Indonesia, Eddy Satriya, menjelaskan bahwa industri halal memiliki peluang besar untuk meningkatkan level Usaha Mikro Kecil Menegah (UMKM) yang memerlukan bantuan dari pemerintah.
“Salah satu implementasi daru UU Cipta Kerja, sudah disyaratkan 30 persen untuk infrastuktur publik menjadi fasilitas untuk UMKM. Kami ingin UMKM memiliki tempat-tempat premium. Secara khusus peraturannya belum ada, tetapi merujuk UU, dan pelaksanaannya sudah berjalan di kawasan industri dengan memprioritaskan industri halal,” kata Eddy.
Karena itu, menurut Eddy, sangat penting untuk terus memberikan edukasi efektif bagi masyarakat mengenai industri halal, lantaran penerimaan industri halal belum begitu tinggi. “Tidak sempat lagi menyusun regulasi untuk halal industri. Sebagai gantinya kita menggunakan program edukasi dan mendampingi. Didampingi hingga keluar sertifikat halalnya,”ujar Eddy.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Didi Sumedi, menjelaskan mengapa penerimaan industri halal belum begitu tinggi, yakni masih terbentur dengan masalah literasi.
“Ini merupakan masalah literasi. Menurut saya, kebutuhan akan sandang dan pangan yang memenuhi syariah belum begitu mendalam. Ada dua hal yang menjadi penekanan, literasi dari pemahaman agama dan pentingnya suplier untuk memiliki sertifikasi halal, serta edukasi kepada masyarakat akan memberikan pemahaman mengenai pentingnya mengonsumsi sandang pangan yang halal,” kata Didi. [Rls]