Sektor budi daya lebah madu memiliki peningkatan yang cukup signifikan ketimbang produk hasil hutan nonkayu lainnya, seperti bambu, sutra, kayu putih, dan getah pinus.
JERNIH – Pemda Provinsi Jawa Barat melalui Dinas Kehutanan (Dishut) Jabar intens mengoptimalkan potensi ekonomi dari budi daya lebah madu. Hal itu karena permintaan madu di pasar domestik Jabar sangat besar.
Kepala Dishut Jabar Epi Kustiawan menuturkan, sampai saat ini, hasil madu yang dikembangkan Jabar masih belum dapat memenuhi permintaan pasar. Maka, ia berkomitmen untuk mengembangkan budi daya lebah madu sekaligus meningkatkan produksi madu di Jabar.
“Lewat program Petani Milenial ini milenial dilatih bagaimana memproduksi madu yang baik, sehingga bisa tercapai ‘hidup di desa, rezeki kota, bisnis mendunia’,” kata Epi di kawasan percontohan budi daya lebah madu trigona di Kota Banjar.
Dalam kunjungan itu, Epi juga mendampingi sekaligus memotivasi 15 calon Petani Milenial yang sedang menjalani pelatihan budi daya lebah madu. Menurut Epi, jika lolos sampai tahap akhir, mereka akan mendapatkan bantuan permodalan dari program KUR bank bjb. Ia optimistis, jika program berjalan optimal, produksi madu bisa meningkat.
Optimisme itu tidak terbit tiba-tiba. Menurut Epi, sektor budi daya lebah madu memiliki peningkatan yang cukup signifikan ketimbang produk hasil hutan nonkayu lainnya, seperti bambu, sutra, kayu putih, dan getah pinus. “Yang terbesar itu dari madu,” ucapnya.
Selain itu, Epi juga membagikan tips kepada generasi milenial, terutama yang tergabung dalam Program Petani Milenial, untuk tidak ragu memulai membudidayakan lebah madu. Apalagi budi daya lebah madu dapat dilakukan di sekitar rumah tinggal.
Tips pertama adalah menguasai karakteristik lebah itu sendiri. Dengan memahami karakteristik lebah, kata Epi, maka perlakuan yang diberikan kepada lebah akan tepat sekaligus memaksimalkan hasil produksi madu. “Lebah itu ada bermacam jenis, nah yang kita kembangkan ini adalah budi daya lebah itama biroi dari jenis trigona,” ucapnya.
Menurut Epi, rata-rata lebah itama dan biroi per koloni bisa menghasilkan madu yang berbeda. Untuk itama bisa mencapai 0,5 liter dan biroi 1 liter per 3-4 bulan.
Tips kedua yakni memperhatikan pakan lebah yang berkualitas. Menurut Epi, dengan pakan berkualitas, lebah bisa nyaman di tempat pembudidayaan dan bisa memproduksi madu dengan maksimal.
Pakan tersebut adalah bunga-bunga yang tumbuh di sekitar kandang lebah. Petani lebah madu bisa menanam tanaman yang bisa berbunga setiap saat. Sehingga pakan lebah-lebah bisa terus terjaga. Salah satunya adalah Tanaman Air Mata Pengantin yang memang bisa berbunga sepanjang musim. “AMP [Air Mata Pengantin] itu salah satu makanan pokok lebah, makanya harus ditanam,” ucap Epi.
Selain itu, tanaman buah juga harus tersedia di sekitar kandang lebah. Fungsinya adalah untuk menyediakan getah bagi para lebah untuk membuat perekat sarang. Setelah itu terpenuhi, maka petani bisa melakukan perawatan bunga-bunga tersebut dan biarkan para lebah bekerja menghasilkan madu dengan nyaman. “Tinggal rawat tanamannya, maka biarkan lebah yang bekerja menghasilkan madu,” katanya.
Soal pemasaran, menurut Epi, penyuluh dan offtaker sangat siap menerima hasil madu yang dihasilkan. “Jangan khawatir, untuk penjualan kita ada penyuluh dan juga offtaker yang akan membeli madu-madu tersebut,” ucapnya.
Bisnis yang Menjanjikan
Sementara itu, petani lebah madu asal Kabupaten Pangandaran, Supardi, berbagi kisah soal pengalaman membudidayakan lebah madu. Supardi menuturkan, sebelum memulai budi daya lebah madu, ia berjualan kaki lima di Jakarta. Namun setelah mengalami beragam persoalan, ia memutuskan untuk kembali ke kampung halaman dan memulai budi daya lebah madu.
“Mulai budi daya lebah itu bisa dikatakan sebagai pengganti, suruh latihan dari Dishut yang kebetulan peserta aslinya tidak bisa berangkat, akhirnya kita yang diminta untuk ikut latihan,” ucap Supardi.
Ada banyak informasi soal lebah madu yang baru Supardi ketahui. Dari pelatihan itu juga, ia mengambil satu kesimpulan bahwa membudidayakan lebah madu tidak sesulit dan serumit budi daya komoditas ternak lainnya.
“Di judul itu pelatihan budi daya lebah tanpa sengat, tidak ngerti, rata-rata lebah itu menyengat. Kita awalnya tidak ada minat, tapi di pelatihan itu ada kata-kata jika dibandingkan dengan budi daya ternak lainnya ini lebih sederhana,” jelas Supardi.
Setelah pulang dari tempat pelatihan itu, Supardi baru menyadari bahwa banyak lebah yang menghasilkan madu berlimpah di sekitar rumahnya. Ia kemudian masuk ke hutan-hutan di sekeliling desanya untuk menangkap lebah jenis Leacivep. “Kita ambil lembah ke hutan, kita pindahkan ke kotak, dan mulai terasa, ketika kita sudah bisa pecah koloni, bisa panen,” ucap Supardi.
Dari sana, Supardi memulai langkah awal bersama 19 anggota kelompok tani untuk membudidayakan lebah madu. Ketika pandemi COVID-19, Supardi sempat mengira budi daya lebah madu akan terdampak. Namun yang terjadi tidak demikian. Penjualan madu hasil budi dayanya justru meningkat 300 persen.
“Kalau dihitung-hitung lebih dari Rp100 juta. Sekarang kebanyakan mulai banyak yang ingin budi daya lebah madu, sebagian lebah madu saya jual untuk indukan, untuk sementara kita tidak bisa fokus ke produksi karena ada kerja sama dengan Dinas Kehutanan Jawa Barat untuk menyediakan indukkan atau koloni,” katanya.
Oleh karena itu, Supardi mengajak para petani yang tergabung dalam Program Petani Milenial ataupun perseorangan untuk mulai membudidayakan lebah madu. Sebab, permintaan untuk madu masih sangat besar. Itu menjadi potensi yang harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
“Harapannya banyak peternak lebah, karena pasar madu trigona sangat banyak tapi suplai sedikit, buyer yang datang ke kami, tapi kita tidak berani kontrak karena kita belum punya jaringan yang kuat, karena peternak madu trigona masih terbatas,” jelasnya. [*]