Jakarta – Pandemi Covid-19 ini telah menimbulkan berbagai dampak di bidang kesehatan termasuk gangguan emosi seperti stres, cemas, depresi, hingga ketakutan berlebih. Efeknya dapat mempengaruhi kesehatan jantung.
Penyakit jantung telah dikenal sebagai salah satu gangguan kesehatan yang mematikan dan bisa menyerang tiba-tiba pada mereka yang sebelumnya relatif tidak ada keluhan, sehingga dijuluki sebagai silent killer.
Seringkali gejala penyakit jantung tidak selalu bisa dikenali. Ada penderita sakit jantung yang sudah mengalami berbagai keluhan khas seperti nyeri dada, berdebar, sesak napas atau pingsan berulang. Tapi, tidak jarang penderitanya tidak bergejala sama sekali atau memiliki gejala ringan yang tanpa disadari, padahal mereka sudah memiliki risiko tinggi.
“Justru kondisi tanpa gejala ini cenderung lebih berbahaya. Hal ini dikarenakan penderita belum menyadari dirinya terkena gangguan jantung, sehingga perlu dilakukan pengenalan penyakit lebih lanjut melalui skrining atau penilaian faktor risiko,” ujar dr. Leonardo Paskah Suciadi, Sp.JP, dokter spesialis jantung dan pembuluh darah Siloam Hospitals Kebon Jeruk, Jakarta, Selasa, (19/05/2020).
Di tengah kewaspadaan terhadap pandemi ini, beberapa bulan terakhir masyarakat juga dikejutkan dengan beberapa tokoh terkenal di Indonesia yang meninggal mendadak disebabkan oleh penyakit fatal lainnya seperti penyakit jantung. Penilaian faktor risiko merupakan langkah yang penting untuk mendeteksi penyakit jantung pada tahapan awal sebelum berkomplikasi dan menimbulkan gejala.
“Mereka yang tergolong berisiko meliputi usia lanjut, wanita pasca-menopause, faktor keturunan di keluarga, kegemukan, perokok, gangguan kolesterol dan penderita dengan penyakit kronik lain seperti stroke, diabetes melitus, hipertensi, dan gangguan ginjal,” tambahnya.
Bagi mereka yang merasakan gejala yang diduga karena masalah jantung, disarankan juga segera memeriksa kondisi sebelum bertambah buruk. Tak hanya itu, seseorang yang berisiko tinggi sebaiknya juga terus melakukan evaluasi berkala sesuai waktu yang ditentukan.
Jika terjadi ketidakstabilan kondisi jantung, maka terapi optimal tetap harus dilakukan sesuai rekomendasi, baik berupa perawatan intensif di rumah sakit maupun menjalani berbagai prosedur penting seperti kateterisasi jantung dan intervensi koroner, serta operasi bedah jantung sesuai dengan kondisi yang ada. [*]